PENGARUH
HINDU-BUDDHA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA
PENGARUH HINDU-BUDDHA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA
Kebudayaan merupakan wujud dari peradaban manusia, sebagai hasil akal-budi
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik primer, sekunder, atau tersier. Wujud
kebudayaan ini cukup beragam, mencakup wilayah bahasa, adat-istiadat, seni
(rupa, sastra, arsitektur), ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dan setiap
kebudayaan yang lebih maju pasti mendominasi kebudayaan yang berada di
bawahnya. Begitu pula kebudayaan India yang dengan mudah diterima masyarakat
Indonesia.
Pengaruh Hindu dan Buddha terhadap kehidupan masyarakat
Indonesia dalam bidang kebudayaan, berbarengan dengan datangnya pengaruh dalam
bidang agama itu sendiri. Pengaruh tersebut dapat berwujud fisik dan nonfisik.
Hasil kebudayaan pada masa Hindu-Buddha di Indonesia yang berwujud fisik di
antaranya: arca atau patung, candi (kuil), makara, istana, kitab, stupa, tugu
yupa, prasasti, lempengan tembaga, senjata perang, dan lain-lain. Sedangkan
peninggalan kebudayaan yang bersifat nonfisik di antaranya: bahasa, upacara
keagamaan, seni tari, dan karya sastra.
Wilayah India yang cukup banyak memberikan pengaruhnya
terhadap Indonesia adalah India Selatan, kawasan yang didiami bangsa Dravida.
Ini terbukti dari penemuan candi-candi di India yang hampir menyerupai
candi-candi yang ada di Indonesia. Begitu pula jenis aksara yang banyak ditemui
pada prasasti di Indonesia, adalah jenis huruf Pallawa yang digunakan oleh
orang-orang India selatan.
Gambar 1.7 Prasasti
dari lempengan tembaga pada masa Raja Kertawijaya (Majapahit), tahun 1369 Saka
atau 1447 M
Meskipun budaya India berpengaruh besar, akan tetapi
masyarakat Indonesia tidak serta-merta meniru begitu saja kebudayaan tersebut.
Dengan kearifan lokal masyarakat Indonesia, budaya dari India diterima melalui
proses penyaringan (filtrasi) yang natural. Bila dirasakan cocok maka elemen
budaya tersebut akan diambil dan dipadukan dengan budaya setempat, dan bila tak
cocok maka budaya itu dilepaskan. Proses akulturasi budaya ini dapat dilihat
pada model arsitektur, misalnya, punden berundak (budaya asli Indonesia) pada
Candi Sukuh di Jawa Tengah; atau pada dinding-dinding Candi Prambanan yang
memuat relief tentang kisah pewayangan yang memuat tokoh Punakawan; yang dalam
relief manapun di India takkan ditemui.
- 1. Praktik Peribadatan
Pengaruh Hindu-Buddha terhadap aktifitas keagamaan di
Indonesia tercermin hingga kini. Kalian dapat merasakannya kini di Bali, pulau
yang mayoritas penduduknya penganut Hindu. Kehidupan sosial, seni, dan budaya
mereka cukup kental dipengaruhi tradisi Hindu. Jenazah seseorang yang telah
meninggal biasanya dibakar, lalu abunya ditaburkan ke laut agar “bersatu”
kembali dengan alam. Upacara yang disebut ngaben ini memang tidak
diterapkan kepada semua umat Bali-Hindu, hanya orang yang mampu secara ekonomi
yang melakukan ritual pembakaran mayat (biasa golongan brahmana, bangsawan, dan
pedagang kaya).
Selain Bali, masyarakat di kaki Bukit Tengger di Malang,
Jawa Timur, pun masih menjalani keyakinan Hindu. Meski sebagian besar
masyarakat Indonesia kini bukan penganut Hindu dan Buddha, namun dalam
menjalankan praktik keagamaannya masih terdapat unsur-unsur Hindu-Buddha.
Bahkan ketika agama Islam dan Kristen makin menguat, pengaruh tersebut tak
hilang malah terjaga dan lestari. Beberapa wilayah yang sebelum kedatangan
Islam dikuasai oleh Hindu secara kuat, biasanya tidak mampu dihilangkan begitu
saja aspek-aspek dari agama sebelumnya tersebut, melainkan malah agama barulah
(Islam dan Kristen) mengadopsi beberapa unsur kepercayaan sebelumnya. Gejala
ini terlihat dari munculnya beberapa ritual yang merupakan perpaduan antara
Hindu-Buddha, Islam, bahkan animisme-dinamisme. Contohnya: ritual Gerebeg
Maulud yang setiap tahun diadakan di Yogyakarta, kepercayaan terhadap
kuburan yang mampu memberikan rejeki dan pertolongan, kepercayaan terhadap
roh-roh, kekuatan alam dan benda keramat seperti keris, patung, cincin, atau
gunung.
Ketika Islam masuk ke Indonesia, kebudayaan Hindu-Buddha
telah cukup kuat dan mustahil dapat dihilangkan. Yang terjadi kemudian adalah
akulturasi antara kedua agama tersebut. Kita bisa melihatnya pada acara
kelahiran bayi, tahlilan bagi orang meninggal, dan nadran (ziarah). Acara-acara
berperiode seperti tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, tujuh bulanan
merupakan praktik kepercayaan yang tak terdapat dalam ajaran Islam atau
Kristen.
Perbedaan antara unsur-unsur agama yang berbeda dan bahkan
cenderung bertolak belakang itu, bukanlah halangan bagi masyarakat Indonesia
untuk menerima dan menyerap ajaran agama baru. Melalui kearifan lokal (local
genius) masyarakat Indonesia, agama yang asalnya dari luar (Hindu, Buddha,
Islam, Kristen) pada akhirnya diterima sebagai sesuatu yang tidak “asing” lagi.
Bila unsur agama tersebut dirasakan cocok dan tak menimbulkan pertentangan
dalam masyarakat, maka ia akan disaring terlebih dahulu lalu diambil untuk
kemudian dipadukan dengan budaya yang lama; dan bila tak cocok maka unsur
tersebut akan dibuang.
Dengan demikian, yang lahir adalah agama sinkretisme, yaitu
perpaduan antardua unsur agama dan kebudayaan yang berbeda sehingga
menghasilkan praktik agama dan kebudayaan baru tanpa mempertentangkan perbedaan
tersebut, malah mempertemukan persamaan antarkeduanya. Jelaslah, dari dulu
bangsa Indonesia telah mengenal keragaman agama dan budaya (pluralisme) tanpa
harus bertengkar.
1.
Sistem
Pendidikan
Sriwijaya merupakan kerajaan pertama di Indonesia yang telah
menaruh perhatian terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan Buddha.
Aktifitas pendidikan ini diadakan melalui kerjasama dengan kerajaan-kerajaan di
India. Hubungan bilateral dalam bidang pendidikan ini dibuktikan melalui
Prasasti Nalanda dan catatan I-Tsing.
Berdasarkan keterangan Prasasti Nalanda yang berada di
Nalanda, India Selatan, terdapat banyak pelajar dari Sriwijaya yang memperdalam
ilmu pengetahuan. Catatan I-Tsing menyebutkan, Sriwijaya merupakan pusat agama
Buddha yang cocok sebagai tempat para calon rahib untuk menyiapkan diri belajar
Buddha dan tata bahasa Sansekerta sebelum berangkat ke India. Di Sriwijaya,
menurut I-Tsing, terdapat guru Buddha yang terkenal, yaitu Sakyakerti yang
menulis buku undang-undang berjudul Hastadandasastra. Buku tersebut oleh
I-Tsing dialihbahasakan ke dalam bahasa Cina.
Selain Sakyakerti, terdapat pula rahib Buddha ternama di
Sriwijaya, yaitu Wajraboddhi yang berasal dari India Selatan, dan Dharmakerti.
Menurut seorang penjelajah Buddha dari Tibet bernama Atica, Dharmakerti
memiliki tiga orang murid yang terpandang, yaitu Canti, Sri Janamitra,
dan Ratnakirti. Atica sempat beberapa lama tinggal di Sriwijaya karena
ingin menuntut ilmu Buddha. Ketika itu, agama Buddha klasik hampir lenyap
disebabkan aliran Tantra dan agama Islam mulai berkembang di India, sehingga ia
memilih pergi ke Sriwijaya untuk belajar agama.
Pada masa berikutnya, hampir di setiap kerajaan terdapat
asrama-asrama (mandala) sebagai tempat untuk belajar ilmu keagamaan.
Asrama ini biasanya terletak di sekitar komplek candi. Selain belajar ilmu
agama, para calon rahib dan biksu belajar pula filsafat, ketatanegaraan, dan
kebatinan. Bahkan istilah guru yang digunakan oleh masyarakat Indonesia sekarang
berasal dari bahasa Sansekerta, yang artinya “kaum cendikia”.
Gambar
1.9 Patung sang Buddha pada Candi Borobudur
2.
Bahasa dan
Sistem Aksara
Bahasa merupakan unsur budaya yang pertama kali
diperkenalkan bangsa India kepada masyarakat Indonesia. Bahasalah yang
digunakan untuk menjalin komunikasi dalam proses perdagangan antarkedua pihak,
tentunya masih dalam taraf lisan. Bahasa yang dipraktikkan pun adalah bahwa
Pali, bukan Sansekerta karena kaum pedagang mustahil menggunakan bahasa kitab
tersebut.
Bahasa Pali atau Pallawa merupakan aksara turunan dari
aksara Brahmi yang dipakai di India selatan dan mengalami kejayaan pada masa
Dinasti Pallawa (sekitar Madras, Teluk Benggali) abad ke-4 dan 5 Masehi. Aksara
Brahmi juga menurunkan aksara-aksara lain di wilayah India, yaitu Gupta,
Siddhamatrka, Pranagari, dan
Dewanagari. Aksara Pallawa sendiri kemudian menyebar ke Asia
Tenggara, termasuk Indonesia, dan tertulis pada prasasti-prasasti berbahasa
Melayu Kuno zaman Sriwijaya. Istilah pallawa pertama kali dipakai oleh
arkeolog Belanda, N.J. Krom; sarjana lain menyebutnya aksara grantha.
Praktik bahasa Sansekerta pertama kali di Indonesia bisa
dilacak pada yupa-yupa peninggalan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Huruf
yang dipakai adalah Pallawa. Dikatakan bahwa di kerajaan tersebut terdapat
seorang raja bernama Kudungga, memiliki anak yang bernama Aswawarman,
dan juga memiliki cucu Mulawarman. Menurut para ahli bahasa, Kudungga
dipastikan merupakan nama asli Indonesia, sedangkan Aswawarman dan Mulawarman
sudah menggunakan bahasa India. Penggantian nama tersebut biasanya ditandai
dengan upacara keagamaan.
Gambar
1.4 Yupa (tugu) bertulis) peninggalan Kutai
Pengaruh agama Hindu dalam aspek bahasa akhirnya menjadi
formal dengan munculnya bahasa Jawa dan Melayu Kuno serta bahasa-bahasa daerah
lainnya di Indonesia yang banyak sekali menyerap bahasa Sansekerta. Beberapa
karya sastra Jawa ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dengan cara mengonversikan
atau menambahkan (menggubah) karya sastra yang dibuat di India.
Selain Sansekerta, bahasa Pali, Tamil, dan Urdu atau
Hindustani (digunakan di Pakistan dan sebagain India) pun memperkayai kosakata
penduduk Indonesia. Namun, pada perkembangannya Sansekertalah bahasa yang
paling berpengaruh dan dipakai hingga kini oleh orang Indonesia. Bahasa
Sansekerta merupakan bahasa tulisan. Bahasa ini tertulis dalam prasasti, yupa,
kitab suci, kitab undang-undang (hukum), karya sastra. Maka dari kata-katanya
dapat lebih abadi dan dipertahankan.
Pengaruh tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses
penyerapan bunyi. Kadang kita tidak menyadari bahwa bahasa yang kita gunakan
tersebut merupakan serapan dari bahasa Sansakerta. Perubahan bunyi pada serapan
ini terjadi karena logat dan dialek setiap suku-bangsa berbeda. Makna awalnya
pun sebagian telah mengalami perubahan: ada yang meluas dan ada yang menyempit.
Namun, adapula beberapa kata yang maknanya belum bergeser,
contohnya: tirta berarti air; eka, dwi, tri berarti satu,
dua, tiga; kala berarti waktu atau bisa juga bencana.
Berikut
ini kata-kata Indonesia serapan dari kata-kata Sansekerta:
(a)
sayembara, dari silambara
(b) bentara, dari avantara
(c) harta, dari artha
(d) istimewa, dari astam eva
(e) durhaka, dari drohaka
(f) gembala, dari gopala
(g) karena, dari karana
(h) bahagia, dari bhagya
(i) manusia, dari manusya
10. senantiasa, dari nityasa
(Sumber: menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI)
Mengenai perkembangan aksara, di Indonesia terdapat beberapa
jenis aksara yang merupakan turunan dari aksara Pallawa. Di Jawa ada aksara
Kawi, aksara Kawi ini pada perkembangan selanjutnya menurunkan aksara
Hanacaraka atau Ajisaka yang digunakan untuk bahasa Jawa, Sunda, dan Bali.
Adapula prasasti zaman Mataram di Jawa Tengah bagian selatan yang menggunakan
aksara Pranagari yang umurnya lebih tua dari aksara Dewanagari.
Sementara itu, di wilayah Sumatera Utara (dengan dialek
Toba, Dairi, Karo, Mandailing, dan Simalungun) ada aksara Batak, sedangkan di
daerah Kerinci, Lampung, Pasemah, Serawai, dan Rejang terdapat aksara Rencong.
Sementara itu, di daerah Sulawesi bagian selatan ada aksara Bugis dan Makassar.
Dari perkembangan aksara-aksara turunan Pallawa, kita dapat memperkirakan
wilayah mana saja di Indonesia yang pengaruh budaya Indianya lebih kental,
yakni Jawa, Sumatera, dan sebagian Sulawesi. Sedangkan daerah-daerah lainnya di
Indonesia tak begitu dipengaruhi budaya India, bahkan ada daerah yang sama
sekali tak tersentuh budaya Hindu-Buddhanya.
Mengenai aksara Hanacaraka, terdapat sebuah legenda yang
berkaitan dengan nama Ajisaka. Ajisaka merupakan cerita rakyat yang
berkembang secara lisan, terutama hidup di masyarakat Jawa dan Bali. Tokoh,
Ajisaka, berkaitan dengan bangsa Saka dari India barat laut. Sebagian
masyarakat Jawa percaya bahwa Ajisaka dahulu pernah hidup di Jawa dan berasal
dari India. Mereka juga percaya bahwa Ajisakalah yang menciptakan aksara Jawa
dan kalender Saka.
Gambar
1.10 Aksara Rencong salah satu sistem aksara turunan Pallawa
3.
Seni
Arsitektur dan Teknologi
Sebelum unsur-unsur Hindu-Buddha masuk, masyarakat Indonesia
telah mengenal teknologi membuat bangunan dari batu pada masa Megalitikum.
Mereka telah pandai membangun menhir, sarkofagus, peti (kuburan) kubur, patung
sederhana, dan benda benda dari batu lainnya. Setelah berkenalan dengan seni
arsitektur Hindu-Buddha, mereka kemudian mengadopsi teknologinya. Jadilah
candi, stupa, keraton, makara yang memiliki seni hias (relief) dan
arsitekturnya yang lebih beraneka.
- a. Candi
Candi berasal dari frase candika graha yang berarti
kediaman Betari Durga. Durga ini disembah terutama oleh umat Buddha.
Dalam dunia pewayangan di Indonesia, Durga merupakan istri Dewa Siwa yang
dikutuk dari berwajah cantik menjadi raksasa. Yang pertama mendirikan candi di
India diduga adalah umat Buddhis. Ini terlihat dari temuan candi tertua di sana
yang dibangun pada abad ke-3 SM. Pada perkembangan berikutnya, candi pun
didirikan oleh umat Hindu.
Awalnya, candi didirikan sebagai tempat penyimpanan abu
hasil pembakaran jenazah raja. Karena itu, di candi yang disebut pripih sering
ditemukan sebuah wadah penyimpanan abu jenazah. Di atas abu jenazah tersebut
terpampang arca raja bersangkutan. Disimpan pula patung dewa tertentu, biasanya
dewa ini dipuja oleh almarhum yang bersangkutan. Pada dinding-dinding candi
biasanya terdapat deretan relief yang mengisahkan cerita-cerita Mahabharata atau
Ramayana atau kisah sastra lainnya. Pada candi Buddhis biasanya terdapat
relief seputar kehidupan Siddharta.
Fungsi candi
selanjutnya berkembang menjadi tempat sembahyang (berasal dari frase “sembah
hyang”) untuk dewa-dewi. Jawa adalah tempat yang paling banyak terdapat
candi, disusul oleh Sumatera. Ini menandakan bahwa perkembangan agama dan
kebudayaan Hindu-Buddha berlangsung lebih pesat di Jawa, terutama di Jawa
Tengah dan Jawa Timur sebagai pusat-pusat pemerintahan pada masanya.
Berdasarkan arsitektur dan tempat dibangunnya, candi-candi di Indonesia dapat
dibagi atas: candi yang terletak di Jawa Tengah (bagian selatan dan utara),
Jawa Timur, dan lain-lainnya seperti di Sumatera, Bali, dan Jawa Barat.
Bentuk candi-candi di Jawa Tengah di bagian selatan berbeda
dengan yang ada di bagian utara. Namun demikian, secara umum (Soetarno, 2003)
candi-candi yang ada di kedua wilayah tersebut memiliki kesamaan, yaitu:
(1)Bentuk
bangunan tampak lebih gemuk, terbuat dari batu andesit.
(2)Atapnya berbentuk undak-undakan dan puncaknya berbentuk stupa atau ratna.
(3)Pada pintu dan relung terdapat hiasan bermotif makara.
(4)Reliefnya timbul agak tinggi dan lukisannya bercorak naturalis (dua
dimensi).
(5)Letak candi utama terletak di tengah-tengah halaman komplek candi muka candi
menghadap ke arah timur.
Pengaruh kebudayaan Islam
A.
KEBUDAYAAN ISLAM
1.
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan
Menurut Edward
B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan
yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman
Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat
2.
Unsur-Unsur Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang
mengemukakan mengenai unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1.Melville
J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
· alat-alat
teknologi
· sistem
ekonomi
· keluarga
· kekuasaan
politik
2.
Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
· sistem
norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk
menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
· organisasi
ekonomi
· alat-alat
dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah
lembaga pendidikan utama)
· organisasi
kekuatan (politik)
B.
Sejarah Intelektual Islam
Perkembangan
pemikiran islam mempunyai sejarah yang panjang dalam arti
seluas-luasnya. Tradisi pemikiran dikalangan umat islam berkembang seiring
dengan kemunculan islam itu sendiri. Dalam kontek masyarakat Arab sendiri, di
mana islam lahir dan pertama kali berkembang di sana, kedatangannya lengkap
dengan tradisi keilmuannya. Sebab masyarakat Arab pra islam belum mempunyai
sistem pengembangan pemikiran secara sistematis.
Pada
masa awal perkembangan islam, sistem pendidikan dan pemikiran yang sistematis
belum terselenggara karena ajaran islam tidak diturunkan sekaligus. Namun
demikian isyarat Alqur’an sudah cukup jelas meletakkan fondasi yang kokoh
terhadap pengembangan ilmu dam pemikiran,sebagaimana terlihat pada ayat yang
pertama diturunkan yaitu suatu perintah untuk membaca dengan nama Allah (
al-Alaq:1 ). Dalam kaitan itu dapat dipahami mengapa proses pendidikan islam
pertama kali berlangsung di rumah yaitu Darul Arqam. Ketika masyarakat
Islam telah terbentuk, maka pendidikan Islam dapat diselenggarakan di mesjid.
Proses pendididkan pada kedua tempat tersebut dilakukan dalam lingkaran besar atau
disebut Halaqah.
Dalam
mengguanakan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, dilihat dari segi
perkembangannya, sejarah intelektua Islam dapat dikelompokkan ke dalam tiga
masa yaitu masa klasik, yaitu tahun 650-1250 M. dan masa modern yaitu sejak tahun
1800-sampai sekarang.
Pada
masa klasik lahir para ulama madz hab seperti imamn Hambali, Hanafi, Iman
Syafii, dan Iman Malik. Selain itu, lahir pula para filosuf muslim seperti
Al-Kindi, tahun 801 M. seorang filosuf muslim pertama. Selain Al-Kindi, pada
itu lahir pula para filosuf besar seperti Al-Razi lahir tahun 865 M, Al-Farabi
lahir tahun 870 M. Dia dikenal sebagai pembangun aguing sistem filsafat. Pada
abad berikutnya lahir pula filosuf agung Ibnu Miskawaih pada tahun 930 M.
pemikirannya yang terkenal tentang “pendidikan akhlak” kemudian Ibnu Sina tahun
1037. Ibnu Bajjah, 1138 M. Ibnu Rasyid 1126 M. dll. Pada masa
pertengahan yaitu tahun 1250-1800 M. dalam catatan sejarah pemikiran Islam masa
ini merupakan fase kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam
sehingga ada kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu,.iman dengan Ilmu,
dunia dengan akhirat. Pengaruhnya masih terasa sampai sekarang.
Pemikiran
yang berkembang saat itu adalah pemikiran dikotomis antara agama dengan lmu dan
urusan dunia dengan urusan akhirat. Titik kulminasinya adalah ketika para ulama
sudah mendekat kepada para penguasa, sehingga fatwa-fatwa mereka tidak lagi
diikuti oleh umatnya dan kondisi umat menjadi carut marut kehilangan figur
pemimpin yang dicintai umatnya.
C.
Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Indonesia
Di
zaman modern, ada satu fenomena yang menarik untuk kita simak bersama yaitu
semangat dan pemahaman sebagian generasi muda umat Islam khususnya Mahasiswa
PTU dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam. Mereka berpandangan bahwa
Islam yang benar adalah segala sesuatu yang ditampilkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Secara utuh termasuk nilai-nilai budaya Arabnya. Kita sepakat bahwa Nabi
Muhammad Saw. Itu adalah Rasul Allah. Kita tahu Islam itu lebih dari beliau,
dan yang menginkari kerasulannya adalah kafir.
Nabi
Muhammad Saw. Adalah seorang Rasul Allah dan harus diingat bahwa beliau adalah
orang Arab. Dalam kajian budaya sudah barang tentu apa yang ditampilkan dalam
perilaku kehidupannya terdapat nilai-nilai budaya lokal. Sedangkan nilai-nilai
Islam itu bersifat universal. Maka dari itu sangat dimungkingkan apa yang
dicontoh oleh Nabi dalam hal mu’amalah ada nuansa-nuansa budaya yang dapat kita
aktualisasikan dala kehidupn modern dan disesuaikan dengan muatan budaya lokal
masing-masing. Contohnya dalam cara berpakaian dan cara makan. Dalam ajaran
Islam sendiri meniru budaya satu kaum boleh-boleh saja sepanjang tidak
bertengtangan dengan nilai-nilai dasar Islam. Apalagi yang ditirunya adalah
panutan suci Nabi Muhammad Saw, namun yang tidak boleh adalah menganggap bahwa
nilai-nilai budaya Arabnya dipandang sebagai ajaran Islam.
Dalam
perkembangan dakwah Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh
para Wali di tanah jawa. Karena kehebatan para wali Allah dalam mengemas ajaran
Islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa
nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari hari
mereka.
D.
Masjid Sebagai Pusat Peradaban Islam
Masjid
biasanya dipahami oleh sebagian besar masyarakat merupakan rumah ibadah,
terutama untuk shalat, padahal sebenarnya masjid memiliki fungsi yang demikian
luas daripada sekedar untuk shalat. Masjid pada awal berdirinya belum berpindah
dari fungsi yang utama yaitu untuk melakukan shalat, namun perlu diketahui
bahwa masjid pada zaman Rasulullah saw dimanfaatkan sebagai pusat peradaban dan
kebudayaan Islam.
Nabi
Muhammad saw menumbuhkembangkan agama Islam termasuk didalamnya mengajarkan Al
Qur’an, Al Hadits, bermusyawarah untuk mufakat dalam usaha menyelesaikan
berbagai macam persoalan umat Islam, membina sikap dasar umat Islam kepada
orang-orang nonmuslim, sehingga segala macam ikhtiar untuk mengembangkan
kesejahteraan umat Islam justru berasal dari masjid (Diskusi Kelompok Lokakarya
MPK UGM, 2003: 38). Masjid merupakan ajang untuk mengumumkan hal-hal penting
terutama berkaitan dengan hidup dan kehidupan umat Islam. Persoalan suka dan
duka, peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar masjid diberitahukan kepada
masyarakat melalui masjid. Masjid juga berfungsi dalam hal pendidikan dan
penerangan untuk masyarakat serta merupakan tempat belajar bagi semua orang
yang akan belajar dan mendalami agama.Pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup,
semua pertanyaan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, agama maupun masalah
hukum langsung dilontarkan dan dicarikan jawabannya secara langsung oleh
beliau, maka ketika itu belum diperlukan kepustakaan Islam.
Asas
Islam didalamnya mengandung kepustakaan, hal ini dapat dilihat pada waktu
turunnya wahyu yang pertama yaitu surat Al Alaq ayat 1-5, artinya: “Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan” “Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah” “Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah” “Yang mengajar
manusia dengan perantaraan kalam” “Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya” (Departemen Agama, 1989: 1079). Ayat tersebut mengandung
makna bahwa tempat bersandar kepustakaan adalah membaca dan menulis, tanpa
menulis maupun membaca buku-buku tidak pernah ada. Membaca dan menulis
merupakan pertanda bagi lahirnya kepustakaan Islam sesudah nabi wafat. Kitab
yang pertama dan utama dalam Islam adalah kitab suci Al Qur’an.
Kitab
yang kedua adalah As Sunnah (Al Hadits). Kitab-kitab yang ditulis setelah
AlQur’an dan As Sunnah memiliki sifat menjelaskan, membahas, memberi
penafsiran, mengolah, menumbuhkembangkan, dan meneruskan kedua kitab tersebut.
Kepustakaan Islam adalah pusat pendidikan, pengajaran, dandakwah Islam. Pada
waktu Nabi Muhammad saw masih hidup, perpustakaan belum tersedia,tetapi secara
keseluruhan berdasarkan pada wahyu ertama sebagaimana ermaktub dalam Al Qur’an.
Mereka yang berkeinginan mengembangkan ilm pengetahuan dan memperdalam
ilmu,maka masjid merupakan perpustakaan sekaligus sebagai gudang ilmu (Gazalba,
1975: 119).
Masjid
berfungsi sebagai tempat sosial, yang dipergunakan seperti hotel bagi seseorang
sedang mengadakan perjalanan (musafir),hal itu juga pernah dialami oleh seorang
budak wanita yang baru dibebaskan, karena tidak memiliki rumah kemudian ia
mendirikan kemah di halaman masjid (Gazalba, 1975: 121). Orang-orang di dalam
masjid mengumandangkan ayat-ayat AlQur’an dengan suara merdu, juga
diperdengarkan lagu-lagu yang berciri khas Islami.
Masjid
berasal dari istilah sajada, yasjudu yang mengandung arti bersujud atau
bersembahyang. Masjid merupakan rumah Allah (Baitullah), sehingga orang yang
masuk ke masjid diperintahkan shalat sunnah tahiyatul masjid (menghargai
masjid) sebanyak dua rakaat. Nabi Muhammad saw bersabda dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud ra,: “Jika seseorang memasuki masjid jangan dahulu
duduk sebelum mengerjakan shalat dua rakaat” (Tim Penulis Ensiklopedi Islam,
1997: 169). Kata masjid (bentuk mufrad/tunggal) dan masajid (bentuk jamak)
banyak didapat di dalam Al Qur’an, misal: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu
yang indah di setiap memasuki masjid…” (Al Qur’an surat Al A’raf ayat 31). “Dan
siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama
Allah di dalam masjid-masjidNya dan berusaha untuk merobohkannya?….” (Al Qur’an
surat Al Baqarah ayat 114). “Hanyalah yang memakmurkan masjid- masjid Allah
ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta tetap
mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun)selain
kepada Allah…..” (Al Qur’an surat At Taubah ayat 18). “Dan sesungguhnya
masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah
seseorangpun didalamnya disamping (menyembah) Allah”(Al Qur’an surat Al Jin
ayat 18). (Departemen Agama, 1989: 225,31, 280, 985). Masjid pertama kali
didirikan oleh Nabi Muhammad saw di Madinah, yaitu pada tahun 622 bulan
Rabiulawal tahun I Hijriyah, bertepatan dengan awal mula Nabi Muhammad saw
bertempat tinggal di Madinah, masjid tersebut adalah masjid Madinah (Masjid
Nabawi), adalah masjid utama ketiga sesudah Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa.
Sejarah
pertumbuhan bangunan masjid berkaitan erat dengan perkembangan daerah Islam dan
timbulnya kota-kota baru. Pada waktu awal tumbuh kembangnya Islam ke berbagai
negara, umat Islam bertempat tinggal di tempat yang baru, dengan menggunakan
sarana masjid sebagai ajang untuk kepentingan sosial. Masjid adalah hasil
budaya umat Islam dalam bidang teknologi konstruksi yang sudah diawali semenjak
awal mula dan merupakan corak khas negara atau Kota Islam (Tim Penulis
Ensiklopedi Islam, 1997: 169-171). Masjid juga salah satu bentuk
pengejawantahan tumbuhnya kebudayaan Islam yang demikian penting.Bentuk
bangunan masjid juga menggambarkan Allah (Sang Pencipta) serta merupakan
pertanda tingkat tumbuhkembangnya kebudayaan Islam.
Konstruksi
masjid yang indah dan mempesonakan dapat ditemukan di Spanyol, India,
Suria,Kairo, Baghdad serta beberapa daerah di Afrika juga merupakan pertanda
sejarah monumen umat Islam yang pernah mengalami zaman keemasan pada bidang
teknologi konstruksi, seni dan ekonomi. Seni arsitektur yang demikian indah
kelihatan dalam berbagai masjid berada diseantero dunia tidak timbul secara
mendadak, namun melalui proses pertumbuhan secara tahap demi tahap. Diawali
dari konstruksi bangunan yang sederhana sampai pada bentuk bangunan yang
sempurna, terjadi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seni arsitektur
masjid tidak terlepas dari pengaruh seni arsitektur Arab, Persia, Byzantium,
India, Mesir, dan Gothik. Bangunan dan ciri khas arsitektur masjid, semenjak
zaman para khalifah sampai saat ini terdapat perbedaan antara satu dengan yang
lainnya, tetapi secara keseluruhan dilandasi adanya jiwa ketauhidan dan
perwujudan rasa cinta dan kasih sayang kepada Allah SWt.
E.
Islam Dalam Budaya Indonesia
Dakwah
Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak
lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Indonesia, dirasakan demikian
sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan
kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya Islam di Indonesia diolah sedemikian rupa
oleh para juru dakwah dengan melalui berbagai macam cara, baik melalui bahasa
maupun budaya seperti halnya dilakukan oleh para wali Allah di Pulau Jawa. Para
wali Allah tersebut dengan segala kehebatannya dapat menerapkan ajaran dengan
melalui bahasa dan budaya daerah setempat, sehingga masyarakat secara tidak
sengaja dapat memperoleh nilai-nilai Islam yang pada akhirnya dapat mengemas
dan berubah menjadi adat istiadat di dalam hidup dan kehidupan sehari-hari dan
secara langsung merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan bangsa
Indonesia, misalnya: setiap diadakan upacara-upacara adat banyak menggunakan
bahasa Arab (Al Qur’an), yang sudah secara langsung masuk ke dalam bahasa daerah
dan Indonesia, hal tersebut tidak disadari bahwa sebenarnya yang dilaksanakan
tidak lain adalah ajaran-ajaran Islam (Diskusi Kelompok Lokakarya MPK UGM,
2003: 39). Ajaran-ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan menyeluruh juga
dapat disaksikan dalam hal melaksanakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal yang pada
awalnya sebenarnya dirayakan secara bersama dan serentak oleh seluruh umat
Islam dimanapun mereka berada, namun yang kemudian berkembang di Indonesia
bahwa segenap lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dengan tidak memandang
agama dan keyakinannya secara bersama-sama mengadakan syawalan (halal bil
halal) selama satu bulan penuh dalam bulan syawal, hal inilah yang pada
hakikatnya berasal dari nilai-nilai ajaran Islam, yaitu mewujudkan ikatan tali
persaudaraan di antara sesama handai tolan dengan cara saling bersilaturahmi
satu sama lain, sehingga dapat terjalin suasana akrab dalam keluarga.
Berkaitan
dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain, juga dapat
dikemukakan yaitu sesuai dengan perkembangan zaman terutama ciri dan corak
bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami tumbuh kembang, baik terdiri
dari masjid-masjid tua maupun yang baru dibangun, misal: masjid- masjid yang
dibangun oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pada umumnya hampir mirip
dengan bentuk joglo yang berseni budaya Jawa. Perkembangan budaya Islam yang
terdapat pada masjid, secara nyata dapat ditunjukkan yaitu adanya masjid-masjid
tua yang kemudian diperbaiki dengan ditambah konstruksi baru atau mengganti tiang-tiang
kayu dengan tiang batu atau beton, lantai batu dengan ubin dan dinding sekat
dengan tembok kayu. Hal tersebut dapat dicontohkan beberapa masjid yang
menambah bangunan, yaitu Masjid Agung Banten (bangunan menara dan madrasah),
Masjid Menara Kudus (bangunan bagian depan berujud pintu gerbang dan kubah
dengan gaya arsitektur kayu Indonesia), Masjid Agung Surakarta (bangunan pintu
gerbang dan tembok keliling yang berlubang tiga pintu dengan lengkung runcing
dan menara tempel yang memiliki mahkota kubah,merupakan hasil modifikasi pintu
gerbang masjid-masjid di India. Masjid Sumenep Madura (bangunan pintu gerbang
bergaya arsitektur Eropa), Masjid Jami’ Padang Panjang, Tanah Datar, Masjid
Sarik (Bukittinggi), Masjid Sumatera Barat (pembangunan puncak tumbang dengan
mahkota kubah). Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37, Nomor 2
Beberapa
masjid di Indonesia yang mengedepankan corak yang demikian baru (modern),
misal: Masjid Raya Medan, Masjid Baiturrahman Banda Aceh yang mencontoh gaya
arsitektur masjid di India (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 172-173).
Bangsa Indonesia setelah meraih kemerdekaan juga banyak berdiri masjid-masjid
model baru,yaitu : Masjid Raya Makassar (Ujung Pandang), Masjid Syuhada
(Yogyakarta), Masjid Agung Al Azhar (Jakarta), Masjid Istiqlal (Jakarta),
Masjid Salman ITB (Bandung). Masjid mempunyai sejumlah komponen yaitu kubah,
menara, mihrab, dan mimbar; komponen masjid yang berciri khas Indonesia adalah
beduk. Beduk terbesar di Indonesia terdapat di dalam masjid Jami’ Purworejo,
dibuat oleh orang Indonesia dengan dirancang sesuai dengan njlai-nilai yang
berciri khas Islami dan berbudaya Indonesia.
Islam
sebagai agama rahmatan lil alamin dapat dilihat dalam segala aspek kehidupan
masyarakat di Indonesia, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, dan agama
sehingga nilai-nilai Islam, terutama yang terdapat dalam kebudayaan Indonesia
secara keseluruhan tidak dapat dihindari, hal ini sebagaimana telah dikemukakan
pada pembahasan tentang kebudayaan Islam yang ada di Indonesia.
F. Islam dan Etos Kerja
Islam adalah agama dualisme, yang mengga bungkan antara
kehidupan dunia dan akhirat. Dalam artian, Islam memandang bahwa manusia tidak
bisa hanya menomorsatukan akhirat dan ‘cuek’ terhadap ‘materi’. Karena manusia
membutuhkan makan, minum, tempat tinggal dan pakaian. Maka, untuk dapat
mencapai dan memperoleh itu semua, Islam menganjurkan para pemeluknya untuk
bekerja dan berusaha.
Islam sangat membenci umatnya yang ‘lemah’ dan ‘malas’;
tidak memiliki kekuatan mental dalam mencari rezki, sebagai haknya yang telah
diberikan Allah. Dan malas, tidak memiliki gairah dan ‘greget’ untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Perintah untuk bekerja dan berusaha ini dijelaskan secara
gamblang oleh Allah swt. di dalam Alquran; “Dan katakanlah,
bekerjalah kamu karena sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang mu’min
akan menjadi saksi dari hasil kerja kamu…” (QS. At-Taubah (9): 105). Para sahabat Nabi saw. merupakan tokoh-tokoh ahli kerja (ashâb al-a’mâl). Tidak ada
satupun dari mereka yang tidak memiliki ‘ladang’ pekarjaan.
Dr. Muhammad Hasanain al-Bath di dalam bukunya
Al-Nizhâm Al-Iqtishâdiy fî Al-Islâm menampilkan sosok Umar, khalifah kedua
umat Islam dalam hal ‘etos kerja’. Umar, kalau melihat seorang anak yang
membuatnya takjub atau kagum, maka ia bertanya kepada orang lain, apakah dia
memiliki pekerjaan atau tidak? Jika tidak, maka beliau berkata; “Saqatha min
‘ainiy, dia tidak membuatku kagum, atau hilanglah kekagumanku padanya.
Beliau sangat terkenal dengan adagiumnya; Yâ ma’syara al-fuqarâ’, irfa’û ru’ûsakum
faqad wadha al-tharîq. Fastabiqû al-khairât,wa lâ takûnû ‘âlatan ‘alâ al-nâs
(Wahai para fakir, angkatlah kepala kalian, jalan sudah terang.
Berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan, dan jangan jadi ‘sampah’ umat Islam).
Dari sini tampak bahwa Islam benar-benar menamkan ‘etos kerja’ yang tinggi
kepada umatnya. Sebuah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan
kita, umat Islam. Sehingga, menurut Dr. Muhammad Hasanain al-Bath di dalam
bukunya tersebut disebutkan bahwa Alquran menyebutkan kata ‘kerja’ dengan
segala bentuk derivasi dan dimensinya, baik secara parsial dan komprehensif
(general), materialistik dan moral, dunia dan akhirat lebih dari 350 tempat.
Sehingga, tidak heran kalau Islam menyeru orang-orang yang selesai menunaikan
shalat di dalam surat al-Jumu’ah ayat 10 untuk bertebaran di muka bumi, yaitu
bekerja untuk mencari rezeki Allah. Selain itu, Islam tidak melarang para
jama’ah Haji untuk melakukan perdagangan (al-tijârah).
Drs. H. Toto Tasmara, yang dikenal akrab dengan panggilan
Mas Toto, di dalam bukunya Etos Kerja Pribadi Muslim menyebutkan bahwa
cemerlang dan luhurnya iman bukanlah tersimpan pasif di dalam dada, tersembunyi
sebagai misteri. Setiap Muslim meyakini, bahwa iman akan terasa lezatnya
apabila secara aktual dimanifestasikan dalam bentuk atau wujud amal shalih,
dalam aktivitas kerja kreatif, dengan genderang dan gemuruh motivasi prestatif
dalam rangka mewujudkan cita-citanya yang luhur sebagai umat yang terbaik (kuntum
khaira ummatin ukhrijat linnâsi). Itulah sebabnya, penghargaan Islam
terhadap ‘budaya kerja’ bukan hanya sekedar pajangan alegoris dan
penghias retorika. Lebih jauh, Mas Toto menjabarkan bahwa ‘etos kerja’ dalam
Islam adalah terletak dalam ‘jihad’. Beliau mengatakan bahwa ‘jihad’ atau
‘mujahadah’ berasal dari kata ‘jâhada, yujâhidu, yang berarti
bersungguh-sungguh mengerahkan seluruh potensi dirinya untuk mencapai sesuatu.
Lantas, kenapa ada umat Islam yang ragu mengatakan bahwa Islam mempunyai ciri
khas dalam etos kerja, yaitu jihad? Orang Jepang punya semangat kerja karena
dibayangi budaya ajaran Shinto dan Zen Budha yang melahirkan semangat Bushido
serta Makoto (artinya: sincerity = kesungguhan). Orang Protestan
menempatkan kerja sebagai panggilan Ilahiyah (calling from with in).
Yang membedakannya dengan semangat kerja dalam Islam, ialah kaitannya dengan
niat ibadah semata-mata, bahwa bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka
menggapai ridha Allah (yabtaghûna fadhlan minallâhi wa ridhwânan, QS.
Al-Fath (48): 29). Sebab itulah disebut sebagai jihâd fî sabîlillâh.
Kesungguhan untuk meraih prestasi amal shalih, itu adalah jihad, demikian jelas
beliau.
Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah saw. secara panjang
lebar di dalam sebuah Haditsnya, yang diriwayatkan dari Ka’ab bin ‘Ajrah. Ia
berkata; “Seorang laki-laki melewati Nabi saw. Para sahabat melihat kesungguhan
dan kesemangatannya. Mereka bertanya kepada beliau; “Wahai Rasulullah, apa dia
termasuk dalam jihâd fî sabîlillâh? Rasulullah saw. menjawab; “Jika dia
keluar untuk menafkahi anaknya yang masih kecil- kecil, maka dia fî
sabîlillâh. Dan jika keluar untuk menafkahi dirinya dengan tujuan menjaga
kehormatannya –agar tidak meminta-minta—, maka di fî sabîlillâh. Namun
jika dia keluar (bekerja) hanya untuk riyâ’ dan berbangga-bangga, maka
dia di jalan setan.
Oleh karena itu, Islam sangat membenci pengangguran (al-bithâlah).
Hal ini telah dimotivasi oleh agama (Islam) bahwa pekerjaan yang baik merupakan
bagian yang intgral dari keimanan seorang Muslim. Hal ini dijelaskan oleh Nabi
saw; “Tidak seorang pun yang memakan makanan yang lebih baik dari makanan
yang dihasilkan oleh tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Daud as.
itupun, makan dari hasil tangannya sendiri (HR. Bukhari dan yang lainnya).
Nabi saw. telah memberikan contoh yang konkret bagi umatnya. Dimana beliau
pernah menjadi ‘penggembala kambing’ orang-orang Mekkah sebelum masa kenabian.
Beliau juga pernah menjadi pedagang. Beliau saat itu menjajakan barang-barang
milik Khadijah, sebelum menjadi istrinya tercinta.
Kerja merupakan bagian yang sangat urgen dalam kehidupan
umat Islam. Islam dan kerja merupakan dua sisi mata uang yang saling
membutuhkan dan tidak bisa dipisahkan. Dengan demikian, kita dapat menyatakan
bahwa ‘etos kerja’ merupakan ruh Islam. Kerja merupakan substansi ajaran Islam
di dalam menyikapi cosmos. Alam yang demikian luas dan kaya, merupakan
tanggung jawab manusia (termasuk di dalamnya umat Islam) dalam mengeksplorasi
dan mengeksploitasi kekayaannya. Namun, dalam hal ini tidak bisa hanya lewat
‘ide’ dan ‘pemikiran’ yang kosong dari aksi nyata (real action). Ia
harus diwujudkan lewat budaya kerja, ‘etos kerja’.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik konklusi bahwa
Islam bukan hanya membeberkan dan mendoktrin masalah simbol dan syiar. Namun,
pada saat yang bersamaan, Islam itu adalah ibadah dan kerja. Sehingga, untuk
menumbuhkan ‘etos kerja’, Islam menyatakan bahwa ‘kerja’ merupakan bagian dari
‘ibadah’. “Barangsiapa berusaha untuk mencukupi kebutuhan para janda,
orang-orang miskin, ia laksana seorang pejuang (mujahid) di jalan Allah, atau
seperti orang yang mengerjakan shalat malam atau orang yang berpuasa satu
harian”, demikian ungkap Nabi saw. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari di dalam kitab Shahih-nya.
Oleh karenanya, Islam sangat tidak suka melihat umatnya
yang hobi dengan ongkang-ongkang kaki, menghitung bintang di langit, dan
mengamalkan dzikir andalan ‘jikalau’. Islam mengajarkan umatnya agar senantiasa
mau ‘menyingsingkan lengan baju’, kapan dan di mana saja. Orang yang malas,
adalah orang yahng tidak mau tahu dengan manfaat alam serta isinya. Orang yang
‘ogah’ kerja adalah contoh manusia yang membunuh manfaat hidup. Hidup ini
adalah kerja, perjuangan, jihad. Al-hayâtu jihâdun. Wallahu a‘lamu bi
al-shawab. [] Cairo, May 8, 2006.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
·
Pengertian kebudayaan adalah sesuatu
yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
·
Sedangkan kebudayaan Islam adalah
hasil cipta, rasa dan karsa manusia (segala tindakan dan sikap seseorang) untuk
merealisasikan pokok ajaran Islam dalam kehidupan, yang diperoleh dan
dikerjakan dengan menggunakan hasil pendapat budi pekerti yang didasari oleh
Alquran dan hadits dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan.
·
Jadi dalam kebudayaan islam banyak
mengandung nilia-nilai agama yang bersifat Universal dan dapat kita jadikan
percontohan dalam kehidupan kita sehari-hari.
·
Masjid bukan hanya berfungsi sebagai
tempat ibadah tetapi ia juga memiliki fungsi sebagai pusat peradaban islam.
·
Dakwah Islam ke Indonesia lengkap
dengan seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan
berkembangnya Indonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya
perbedaan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Ara
Pengaruh Budaya Barat
PENGARUH KEBUDAYAAN BARAT
Dewasa ini, kebudayaan Barat sudah
mendominanisasi segala aspek. Segala hal selalu mengacu kepada Barat. Peradaban
Barat telah menguasai dunia. Banyak perubahan-perubahan peradaban yang terjadi
di penjuru dunia ini. Kebudayan Barat hanya sebagai petaka buruk bagi Timur.
Timur yang selalu berperadaban mulia, sedikit demi sedikit mulai mengikuti
kebudayaan Barat.
Secara timbal balik, tiap peradaban akan
berpengaruh satu sama lain. Hukum sosial berlaku bagi semua peradaban.
Peradaban yang maju, pada suatu masa, cenderung memiliki perngaruh yang luas
bagi peradaban-peradaban lain yang berkembang belakangan.
Dengan
Menelusuri kondisi sosial di barat saat ini akan bisa diketahui berbagai
perilaku dan sikap barat terhadap dunia lain. Sikap agresif barat terhadap
dunia lain disebabkan karena ketertinggalan mereka dahulu dengan peradaban
dunia lainnya yang bergerak dinamis selama berabad – abad dalam pergaulan antar
peradaban. Sedangkan dunia barat lebih banyak bergulat dalam dunia mereka
sendiri dan terkucil dari peradaban lain di belahan dunia. Ketertinggalan atau
keterasingan itu menyebabkan terjadi jurang yang lebar dan terjal dalam
peradaban barat terhadap dunia – dunia lainnya, sehingga pada suatu saat barat
berusaha untuk menutupi jurang – jurang itu dengan berbagai cara, termasuk
didalamnya perang peradaban yang dilancarkan barat sejak berabad – abad silam.
Perang peradaban barat itu antara lain adalah usaha barat untuk menutupi
ketertingalan dan keterasingannya dengan dunia lainnya. Disamping itu, ada
kepentingan - kepentingan politiknya yang sangat agresif.
Agresifitas politik barat ini tidak disanksikan selama
berabad – abad, telah terjadi pergaulan antar bangsa dan peradaban. Dan semua
itu berlangsung dengan damai. Siapa yang ingin meniru maka tirulah, dan
siapa yang tidak ingin meniru maka hargailah. Begitulah kondisi
peradaban saat ini.
Maka dengan gencarnya, para pemuka-pemuka kebudayaan
memperkenalkan peradaban masing-masing negara. Terlebih lagi negara barat yang
selalu mempublikkan kebudayaan mereka. Maka disini penulis hanya memaparkan
pengaruh kebudayaan terhadap kebudayaan negara timur khususnya negara kita
Dewasa ini, kebudayaan Barat sudah mendominanisasi segala aspek. Segala
hal selalu mengacu kepada Barat. Peradaban Barat telah menguasai dunia.
Banyak perubahan-perubahan peradaban yang terjadi di penjuru dunia ini.
Kebudayan Barat hanya sebagai petaka buruk bagi Timur. Timur yang selalu
berperadaban mulia, sedikit demi sedikit mulai mengikuti kebudayaan
Barat.
Secara timbal balik, tiap peradaban akan berpengaruh satu sama lain.
Hukum sosial berlaku bagi semua peradaban. Peradaban yang maju, pada
suatu masa, cenderung memiliki perngaruh yang luas bagi
peradaban-peradaban lain yang berkembang belakangan.
Dengan Menelusuri kondisi sosial di barat saat ini akan bisa diketahui
berbagai perilaku dan sikap barat terhadap dunia lain. Sikap agresif
barat terhadap dunia lain disebabkan karena ketertinggalan mereka dahulu
dengan peradaban dunia lainnya yang bergerak dinamis selama berabad –
abad dalam pergaulan antar peradaban. Sedangkan dunia barat lebih banyak
bergulat dalam dunia mereka sendiri dan terkucil dari peradaban lain di
belahan dunia. Ketertinggalan atau keterasingan itu menyebabkan terjadi
jurang yang lebar dan terjal dalam peradaban barat terhadap dunia –
dunia lainnya, sehingga pada suatu saat barat berusaha untuk menutupi
jurang – jurang itu dengan berbagai cara, termasuk didalamnya perang
peradaban yang dilancarkan barat sejak berabad – abad silam. Perang
peradaban barat itu antara lain adalah usaha barat untuk menutupi
ketertingalan dan keterasingannya dengan dunia lainnya. Disamping itu,
ada kepentingan - kepentingan politiknya yang sangat agresif.
Agresifitas politik barat ini tidak disanksikan selama berabad – abad,
telah terjadi pergaulan antar bangsa dan peradaban. Dan semua itu
berlangsung dengan damai. Siapa yang ingin meniru maka tirulah, dan
siapa yang tidak ingin meniru maka hargailah. Begitulah kondisi
peradaban saat ini.
Maka dengan gencarnya, para pemuka-pemuka kebudayaan memperkenalkan
peradaban masing-masing negara. Terlebih lagi negara barat yang selalu
mempublikkan kebudayaan mereka. Maka disini penulis hanya memaparkan
pengaruh kebudayaan terhadap kebudayaan negara timur khususnya negara
kita.
A. TERHADAP ILMU PENGETAHUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada hakikatnya diharapkan
dapat membawa dampak positif bagi terciptanya masyarakat moderen yang
menghargai kebudayaan tradisionalnya. Dengan ilmu pengetahuan masyarakat
akan berubah dari kondisi sebelumnya menjadi masyarakat yang moderen.
Selain itu ilmu pengetahuan setidaknya menjadi komponen penting yang
dapat membawa masyarakat menjadi paham mengenai apa yang hendaknya
dipertahankan sebagai warisan masa lalu.
Perkembangan terknologi, terutama masuknya kebudayaan asing (barat)
tanpa disadari telah menghancurkan kebudayaan lokal. Minimnya
pengetahuan menjadi pemicu alkulturasi kebudayaan yang melahirkan jenis
kebudayaan baru. Masuknya kebudayaan tersebut tanpa disaring oleh
masyarakat dan diterima secara mentah. Akibatnya kebudayaan asli
masyarakat mengalami degradasi yang sangat luar biasa.
Dari ilmu pengetahuan yang berasal dari barat, memang sekilas kita
pandang maju dan modern, tetapi dibalik itu ada unsur politik yang
membuat kita kedalam penjajahan budaya. Seperti yang akan kita kupas
dari beberapa segi nantinya. Pada dasarnya barat ingin menguasai dunia
dengan kemajuan pemikiran mereka. Banyak cara yang mereka tempuh seperti
banyaknya teori –teori yang keliru dan belum ada titik terangnya dalam
ilmu pengetahuan. Seperti teori alam semesta, teori budaya bebas yang
mengacu kepada hak asasi manusia, dan ada pula teori politik yang
membuat manusia keperadaban yang lebih rendah.
Kemajuan pemikiran mereka bila dipandang dari segi teknologi, memang
sangat membantu kita kepada kemudahan-kemudahan hidup. Tetapi dengan
kemudahan-kemudahan itu barat juga memasuki unsur pengrusakan
budaya-budaya suatu negeri dengan kebudayaan mereka. Ada beberapa
pengaruh kebudayaan barat yang bisa kita lihat terhadap ilmu pengetahuan
secara global, yakni :
1. Dari Segi Ekonomi dan Politik
Pada akhir-akhir abad XIII penemuan-penemuan tekhnik industri, dan
berhasilnya pelayaran Colombus dan Vasco Da Gama, memberikan bangsa
eropa kekuasaan setrategis di laut samudra, hal ini menyebabkan revolusi
industri eropa menjadi penguasa ekonomi di seluruh dunia. Dari sini,
dimulailah usaha menghancurkan tata nilai dan norma-norma budaya Islam
ataupun dunia. Penjajahan dengan kekuatan militer selama berabad-berabad
tidak banyak memberikan hasil, namun dengan ekspansi industri secara
massal membuat bangsa-bangsa timur menjadi tercengang, yang menuntut
perubahan cara berfikir dan mental generasi dunia dari masa ke masa dan
akhirnya tanpa disadari kecendrungan meniru dan mempelajari
metode-metode perekonomian dan ilmu pengetahuan barat yang nota bene
bertentangan dengan syari’at islam sangat kuat.
System ekonomi sosialis dan kapitalis tidak dapat ditolak oleh dunia
timur, sehingga upaya menghilangkan system ekonomi islam hampir berhasil
dengan sempurna, penghormatan terhadap hukum riba misalnya, telah
dianggap menghambat laju perekonomian. Cengkraman perekonomian ini
semakin kuat dengan cara damai, Investasi barat dan konsesi ekonomi
menjadikan timur sebagai bangsa terjajah yang berkepanjangan. Dan
sentuhan ekonomi kolonialisme dan kapitalisme lambat laun mengacaukan
etika kehidupan.
Eksploitasi kekayaan dan investasi modal seakan menghentikan pergerakan
dan peduli social budaya. Dan kekuatan-kekuatan negeri timur takluk dan
tunduk di atas kertas. Tahap ekonomi agaknya factor yang lebih penting
dan lengkap. Tetapi lebih umum penjajahan yang dimulai dengan proses
ekonomi yang esensiil, terkenal dengan “ perembesan damai “. Ia
memperoleh cengkraman finansiil dalam bentuk pinjaman dan konsesi atas
negeri timur, yang selama ini merdeka dari modal barat, yang membawa
kepada terwujudnya kendali politik. Kenyataan tersebut berlaku pada
semua negeri timur, tidak terkecuali Indonesia. Dominasi ekonomi barat
sangatlah kuat, ekonomi syariah yang berabad-abad telah diterapkan mulai
terpinggirkan kedaerah pedalaman di desa-desa terpencil. Dan orang
timur mulai mencintai produk barat secara damai, tanpa berpikir bahwa
mereka akan ditelanjangi dari norma-norma dan aqidah islam.
Factor yang tak dapat di bantah, pada umumnya orang-orang timur sendiri
lebih suka membeli barang-barang produksi barat dari pada memakai hasil
negaerinya sendiri. Buat orang barat, hal ini terasa suatu keanehan,
mereka tidak mengerti, mengapa orang timur lebih suka barang-barang
buatan barat yang murah, tetapi bentuk dan mutunya yang khusus dibuat
untuk pasaran timur, dibanding dengan barang-barang buatan dalam negeri
sendiri yang lebih baik mutunya dan amat bagus buatannya. Jawabannya
yang sebenarnya ialah, oleh karena orang timur umumnya tidak mengerti
tentang mutu seni barang, dan hanya melihat kepada kemajuan teknologi
dan budaya barat yang saat ini telah mendunia.
Dari kenyataan di atas, kita tidak dapat menafikan, bahwa mayoritas
negeri timur telah terperangkap dalam penjajahan ekonomi dan budaya,
begitu pula dengan negeri ini. Contoh riil adalah di bidang ekonomi,
system ekonomi kita yang sangat keras, seakan tidak memberikan peluang
bagi usaha kecil untuk berkembang. Prinsip ekonomi ini sangat
bertentangan dengan prinsip ekonomi islam yang sangat memperhatikan
aspek social dan keadilan. Agama ini melarang praktek transaksi ekonomi
yang mengganggu keserasian hubungan antara anggota masyarakat. Di
samping itu islam menetapkan bahwa dalam harta milik pribadi terdapat
hak orang yang membutuhkan yang harus disalurkan kepada mereka, baik
dalam bentuk zakat maupun sedekah dan lain sebagainya.
Kekerasan ekonomi yang ditanamkan oleh barat telah melupakan kita, bahwa
selain bertanggung jawab kepada pemilik modal (investor) atau pemegang
saham, kita juga akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah
nanti di Yaumul Qiyamah. Ini adalah bentuk penjajahan yang hingga saat
ini belum merdeka, ketimpangan-ketimpangan ekonomi dan kesenjangan
social terjadi di semua lapisan masyarakat, sebagai akibat dari
maskulinitas system perekonomian yang telah jauh menyimpang dari
kaidah-kaidah islam.
2. Dari Segi Sosial dan Budaya
Jauh sebelum kebudayaan barat masuk ke bumi pertiwi, kebudayaan kita
jauh lebih berperadaban. Hidup bermasyarakat dengan norma-norma
kesusilaan telah dahulu ada di peradaban negara kita. Saat ini,
kebudayaan itu sedikit demi sedikit mulai terkikis.
Kita juga tidak dapat berpaling dari kenyataan penjajahan budaya barat.
Bahwa bangsa ini selalu demam dengan trend-trend barat yang asusila.
Satu contoh saja kita ambil. Ketika orang-orang barat menyelenggarakan
kontes ratu sejagat misalnya, maka dengan antusias Negeri timur
mendelegasikan wanita-wanita terhormatnya untuk ditelanjangi, Cuma
karena takut dikatakan terbelakang dan tidak modern. Belum lagi
desain-desain busana wanita yang sangat tidak menghargai keindahan tubuh
wanita, kemolekan tubuh wanita yang seharusnya ditutupi, dieksploitasi
ke setiap sudut mata memandang. Ini salah satu bentuk penjajahan budaya
bukan? Sungguh ironis memang.
Dan yang lebih ironis lagi, Budaya berpakaian bebas, kadang membuat
generasi kita tergiur. Dari pemikiran barat yang mengacu kepada
kebebasan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi membuat kita
ikut-ikutan. Sebagian dari kita menganggap teori hak asasi manusia ini
sebagai suatu keadilan.
Munculnya pemilihan Miss Universe sebagai ajang internasional pada tahun
1952, motif utamanya adalah bisnis. Perusahaan Pasific Mills
menyelenggarakan acara itu untuk mempromosikan pakaian Catalina. Pada
tahun1996, Donald Trump membeli hak kepemilikan kontes ini yang kemudian
ditayangkan CBS dan pada tahun 2003 beralih ke NBC, yang tentunya
sangat kental dengan kepentingan bisnis. Demikian pula di Indonesia,
kontes ratu-ratuan ini yang dimobilisasi oleh perusahan kosmetik Mustika
Ratu dan Marta Tilaar, hanyalah untuk mempromosikan produknya, sehingga
wanita Indonesia akan tergila-gila kosmetik. (Buletin Sidogiri. hal 13
edisi 20 Rajab 1428 H).
Dikatakan “kontes tersebut diantaranya bertujuan mendongkrak citra
bangsa di hadapan dunia, bagian dari keterbukaan dan kebebasan hak
asasi, pemilihan putri tidak hanya mengandalkan kecantikan, tapi
kecerdasan dan sopan santun”. “ Perekonomian nasional bisa hancur akibat
dari UU APP ini “ ujar Poppy Darsono, penasehat Asosiasi Perancang
Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) yang diikuti oleh Ikatan Perancang Mode
Indonesia (IPMI), Asosiasi Pemasok Garment Aksesori Indonesia (APGAI),
Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO), Asosiasi Manufaktur Indonesia
(AMI),Asosiasi Perstektilan Indonesia (API) dan Asosiasi Pengelola Pusat
Belanja Indonesia (APPBI). (AULA, hal: 16, edisi April 2006).
Apapun alasan yang dijadikan justifikasi dalam ajang tersebut hanyalah
sebuah usaha menelanjangi norma-norma negeri timur dan usaha
melegitiminasi penjajahan terhadap budaya islam. Karena mendongkrak
citra bangsa, kebebasan hak asasi, kecerdasan suatu bangsa dan sopan
santun ataupun peradaban yang modern tidak bisa dipresentasikan dengan
seorang gadis atau wanita yang tidak punya rasa malu untuk telanjang di
hadapan dunia. Ini adalah bukti kebodohan yang tidak pernah mengerti
tentang tata nilai dan kehormatan sebuah bangsa.
B. TERHADAP KEBUDAYAAN TRADISIONAL
Seiring perkembangan zaman, era masyarakat modern kini cenderung lebih
mengakar pada budaya Barat yang dianggap lebih berkualitas. Semangat
zaman dengan pengaruh Barat ini, sudah dianggap sebagai ciri kemodernan
atau sebagian dari ekspresi kebudayaan terkini.
Berdasarkan atas peristiwa paradigma budaya yang ada di daerah kita,
kita harus prihatin dan juga perlu memberi buah pikir kepada masyarakat
tentang budaya daerah lokal sangatlah penting. Dengan demikian kita
dapat meneladani para nenek moyang kita terdahulu yang telah susah payah
membuat suatu budaya yang telah tercipta dan tidak terpikirkan oleh
kita betapa sulitnya membuat budaya yag mempunyai nilai estetika yang
tinggi.
Melihat fenomena Indonesia bahwa tentang modernisasi, dan pengaruh
Negara maju. Banyak efek atas keberlangsungan pembangunan Indonesia.
Secara system memang Indonesia sudah lebih maju, namun dari kemajuan itu
baik dari pendidikan,social, dan tekhnologi. Para pelakunya tidak
pernah memperhatikan efek dari kemajuan itu, utamanya bagi masyarakat
yang belum siap mengikutinya dan juga para generasi muda.
Jelas SDA dan SDM akan semakin lemah dan berkurang karena didalam
pembagunan itu sendiri konteks Indonesia tidak memperhatikan etika
pembangunan. Bahkan adanya tuntutan kemajuan semakin lama semakin tidak
bisa mengelola dan mengaturnya. Contoh satu juga kita ambil seperti
pemilihan Presiden. Ternyata uang yang banyak dibuang secara sia-sia.
Mengapa uang itu tidak untuk pemberdayaan masyarakat. Artinya pemilu
demokrasi sah-sah saja akan tetapi jangan terlau banyak mengeluarkan
uang Negara hanya untuk acara yang sesaat.
Negara kita yang dikategorikan negara berkembang sebenarnya belum siap
dengan kemajuan yang berasal dari pemikiran barat. Barat yang dengan
seluruh kebudayaannya mendukung berjalan kemajuan mereka. Tetapi kita
yang masih memakai kebudayaan timur, dan sedikit banyaknya telah
tersusupi oleh pemikiran barat malah menjadi kacau balau. Masyarakat
belum siap menghadapi perubahan sosial.
Masuknya modernisme dan hegemoni Negara adidaya yang masuk ke-Indonesia
menjadikan budaya yang tercipta di Indonesia kini sudah seakan-akan
mulai luntur, berbagai kesempatan orang asing memasuki Indonesia,
mengakibatkan terberangusnya budaya yang ada (tradisonal) seperti gotong
royong, norma-norma, etika, estetika alam dan solidaritas terkikis
perlahan-lahan sehingga terjadi renggangnya budaya kebersamaan.
Budaya barat yang di bawa oleh orang barat mengakibatkan orang Indonesia
terluluh lantahkan untuk mengikuti budaya tersebut. Pola hidup yang
sifatnya sesaat, nafsu dunia, mengakibatkan dekadensi, baik moral, seni
dan lainya. Budaya tradisional akhirnya kalah menarik, mereka lebih
tertarik mengembangkan budaya asing yang serba seksi dan enggan dengan
budaya yang kuno ( tradisional). Makanya tidak salah dibalik kemajuan
Indonesia sebetulnya mengalami kemunduran terutama dibidang SDA dan
SDM-nya. Karena tidak ada perkiraan dalam jangka panjang ( kurangnya
etika dalam pengelolaan dan pelestarian itu sendiri).
Padahal yang tradisional jika masyarakat bisa berfikir dengan akal
sehatnya bahwa budaya yang tradisional apabila dikembangkan maka mampu
menarik budaya disekitarnya untuk mengikutinya. Dengan rasioalisasinya
menjaga dan terus melestarikan budaya itu. Namun tidak sepenuhnya dengan
mempertahankan budaya yang ada akan mampu menciptakan perubahan. Karena
kita tau ada kemungkinan terciptanya sebuah perubahan lewat dua factor
penting ini, pertama faktor internal, kedua faktor eksternal.
Indonesia mendambakan pembangunan baik ekonomi, pendidikan, stabilitas
social dan politik. Secara umum Pembangunan adalah merupakan suatu upaya
bagaiamana memajukan suatu tempat sehingga strata dengan tempat yang
sudah dianggap maju. Baik itu ekonomi, pendidikan, politik, dan budaya.
Seperti di Negara Eropa, cina dan Negara yang berkembang lainya. Ketika
kita mencoba melihat pada daerah terpencil ( desa-desa) yang hanya bisa
melihat sebuah perkembangan sains dan tekhnologi. Maka pembangunan
dianggap suatu malapetaka. Mengapa malapetaka, karena ia mempunyai
asumsi dasar bahwa sulit untuk mengikuti pola hidupnya. Terutama dalam
dunia pendidikan, disebabkan karena ekonomi lemah. Pembangunan yang
memiliki orientasi materi maka seseorang atau masyarakat untuk mengikuti
negara yang sudah maju terutama dibidang ekonomi maka dibutuhkan
kreatifitas yang tinggi pada setiap personal. Tangguh, siapa bermain dan
bersaing didunia modern ini.
Budaya asing yang masuk keindonesia menyebabkan multi efek. Budaya
keindonesiaan perlahan-lahan semakin punah.berbagai iklan yang
mengantarkan kita untuk hidup gaul dalam konteks modern dan tidak
trsdisional sehingga memunculkan banyaknya kepenctingan para individu
yang mengharuskan berada diatas kepentingan orang lain. sehingga yang
terjadi sifat individualisme semakin berpeluang untuk menjadi budaya
kesehariannya. Ini semua sebenarnya terhantui akan praktik budaya yang
sifatnya hanya memuaskan kehidupan semata.
Dalam teori modernisasi dinyatakan bahwa setiap Negara harus melakukan
spesialisasi produksi sesuai dengan keuntungan komfaratif yang
dimilikinya. Negara-negara dikatulistiwa yang tanahnya subur, misalnya,
lebih baik melakukan spesialisasi dibidang produksi pertanian. Sedangkan
dibumi sebelah utara, yang iklimnya tidak cocok untuk pertanian,
sebaiknya melakukan spesialisasi produksi dibidang Industri.Mereka harus
mengembangkan tekhnologi, untuk menciptakan keunggulan komparatif bagi
negrinya.
Ada dua permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dunia, termasuk
didalamnya Indonesia yaitu masalah sosial politk dan masalah ekonomi.
Maka dari dua masalah ini sangat rumit untuk diselesaikan dikarenakan
banyaknya kepentingan yang terselubung dalam masalah diatas maka tidak
salah ada sebuah ungkapan dalam suatu masyarakat yang menginginkan
kesejahteraan. Bahwa masyarakat akan percaya pada pemerintah apabila ia
mampu mejaga kestabilan ekonomi yang secara generalnya mampu menjaga
proses jalannya ekonomi itu sendiri lebih lebih dalam suaka politik yang
didalamnya berbagai kepentingan terselubung bahkan dalam politik ini
membutuhkan kejelian dan kejeniusan dalam melihat sebuah fenomena baik
itu kaitannya politik, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya.
Semua itu mempunyai misi yang sama ingin menciptakan sebuah perubahan.
Walaupun cara yang ia gunakan sangat beragam. Pada akhirnya, sejarahlah
yang akan membuktikannya nanti
.