Sabtu, 02 Juni 2012

PENGARUH KEBUDAYAAN

PENGARUH HINDU-BUDDHA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA
PENGARUH HINDU-BUDDHA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA

Kebudayaan merupakan wujud dari peradaban manusia, sebagai hasil akal-budi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik primer, sekunder, atau tersier. Wujud kebudayaan ini cukup beragam, mencakup wilayah bahasa, adat-istiadat, seni (rupa, sastra, arsitektur), ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dan setiap kebudayaan yang lebih maju pasti mendominasi kebudayaan yang berada di bawahnya. Begitu pula kebudayaan India yang dengan mudah diterima masyarakat Indonesia.
Pengaruh Hindu dan Buddha terhadap kehidupan masyarakat Indonesia dalam bidang kebudayaan, berbarengan dengan datangnya pengaruh dalam bidang agama itu sendiri. Pengaruh tersebut dapat berwujud fisik dan nonfisik. Hasil kebudayaan pada masa Hindu-Buddha di Indonesia yang berwujud fisik di antaranya: arca atau patung, candi (kuil), makara, istana, kitab, stupa, tugu yupa, prasasti, lempengan tembaga, senjata perang, dan lain-lain. Sedangkan peninggalan kebudayaan yang bersifat nonfisik di antaranya: bahasa, upacara keagamaan, seni tari, dan karya sastra.
Wilayah India yang cukup banyak memberikan pengaruhnya terhadap Indonesia adalah India Selatan, kawasan yang didiami bangsa Dravida. Ini terbukti dari penemuan candi-candi di India yang hampir menyerupai candi-candi yang ada di Indonesia. Begitu pula jenis aksara yang banyak ditemui pada prasasti di Indonesia, adalah jenis huruf Pallawa yang digunakan oleh orang-orang India selatan.
Prasasti lempengan tembaga Raja Kertawijaya
 Gambar 1.7 Prasasti dari lempengan tembaga pada masa Raja Kertawijaya (Majapahit), tahun 1369 Saka atau 1447 M
Meskipun budaya India berpengaruh besar, akan tetapi masyarakat Indonesia tidak serta-merta meniru begitu saja kebudayaan tersebut. Dengan kearifan lokal masyarakat Indonesia, budaya dari India diterima melalui proses penyaringan (filtrasi) yang natural. Bila dirasakan cocok maka elemen budaya tersebut akan diambil dan dipadukan dengan budaya setempat, dan bila tak cocok maka budaya itu dilepaskan. Proses akulturasi budaya ini dapat dilihat pada model arsitektur, misalnya, punden berundak (budaya asli Indonesia) pada Candi Sukuh di Jawa Tengah; atau pada dinding-dinding Candi Prambanan yang memuat relief tentang kisah pewayangan yang memuat tokoh Punakawan; yang dalam relief manapun di India takkan ditemui.


  1. 1.   Praktik Peribadatan
Pengaruh Hindu-Buddha terhadap aktifitas keagamaan di Indonesia tercermin hingga kini. Kalian dapat merasakannya kini di Bali, pulau yang mayoritas penduduknya penganut Hindu. Kehidupan sosial, seni, dan budaya mereka cukup kental dipengaruhi tradisi Hindu. Jenazah seseorang yang telah meninggal biasanya dibakar, lalu abunya ditaburkan ke laut agar “bersatu” kembali dengan alam. Upacara yang disebut ngaben ini memang tidak diterapkan kepada semua umat Bali-Hindu, hanya orang yang mampu secara ekonomi yang melakukan ritual pembakaran mayat (biasa golongan brahmana, bangsawan, dan pedagang kaya).
Selain Bali, masyarakat di kaki Bukit Tengger di Malang, Jawa Timur, pun masih menjalani keyakinan Hindu. Meski sebagian besar masyarakat Indonesia kini bukan penganut Hindu dan Buddha, namun dalam menjalankan praktik keagamaannya masih terdapat unsur-unsur Hindu-Buddha. Bahkan ketika agama Islam dan Kristen makin menguat, pengaruh tersebut tak hilang malah terjaga dan lestari. Beberapa wilayah yang sebelum kedatangan Islam dikuasai oleh Hindu secara kuat, biasanya tidak mampu dihilangkan begitu saja aspek-aspek dari agama sebelumnya tersebut, melainkan malah agama barulah (Islam dan Kristen) mengadopsi beberapa unsur kepercayaan sebelumnya. Gejala ini terlihat dari munculnya beberapa ritual yang merupakan perpaduan antara Hindu-Buddha, Islam, bahkan animisme-dinamisme. Contohnya: ritual Gerebeg Maulud yang setiap tahun diadakan di Yogyakarta, kepercayaan terhadap kuburan yang mampu memberikan rejeki dan pertolongan, kepercayaan terhadap roh-roh, kekuatan alam dan benda keramat seperti keris, patung, cincin, atau gunung.
Ketika Islam masuk ke Indonesia, kebudayaan Hindu-Buddha telah cukup kuat dan mustahil dapat dihilangkan. Yang terjadi kemudian adalah akulturasi antara kedua agama tersebut. Kita bisa melihatnya pada acara kelahiran bayi, tahlilan bagi orang meninggal, dan nadran (ziarah). Acara-acara berperiode seperti tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, tujuh bulanan merupakan praktik kepercayaan yang tak terdapat dalam ajaran Islam atau Kristen.
Perbedaan antara unsur-unsur agama yang berbeda dan bahkan cenderung bertolak belakang itu, bukanlah halangan bagi masyarakat Indonesia untuk menerima dan menyerap ajaran agama baru. Melalui kearifan lokal (local genius) masyarakat Indonesia, agama yang asalnya dari luar (Hindu, Buddha, Islam, Kristen) pada akhirnya diterima sebagai sesuatu yang tidak “asing” lagi. Bila unsur agama tersebut dirasakan cocok dan tak menimbulkan pertentangan dalam masyarakat, maka ia akan disaring terlebih dahulu lalu diambil untuk kemudian dipadukan dengan budaya yang lama; dan bila tak cocok maka unsur tersebut akan dibuang.
Dengan demikian, yang lahir adalah agama sinkretisme, yaitu perpaduan antardua unsur agama dan kebudayaan yang berbeda sehingga menghasilkan praktik agama dan kebudayaan baru tanpa mempertentangkan perbedaan tersebut, malah mempertemukan persamaan antarkeduanya. Jelaslah, dari dulu bangsa Indonesia telah mengenal keragaman agama dan budaya (pluralisme) tanpa harus bertengkar.

1.        Sistem Pendidikan
Sriwijaya merupakan kerajaan pertama di Indonesia yang telah menaruh perhatian terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan Buddha. Aktifitas pendidikan ini diadakan melalui kerjasama dengan kerajaan-kerajaan di India. Hubungan bilateral dalam bidang pendidikan ini dibuktikan melalui Prasasti Nalanda dan catatan I-Tsing.
Berdasarkan keterangan Prasasti Nalanda yang berada di Nalanda, India Selatan, terdapat banyak pelajar dari Sriwijaya yang memperdalam ilmu pengetahuan. Catatan I-Tsing menyebutkan, Sriwijaya merupakan pusat agama Buddha yang cocok sebagai tempat para calon rahib untuk menyiapkan diri belajar Buddha dan tata bahasa Sansekerta sebelum berangkat ke India. Di Sriwijaya, menurut I-Tsing, terdapat guru Buddha yang terkenal, yaitu Sakyakerti yang menulis buku undang-undang berjudul Hastadandasastra. Buku tersebut oleh I-Tsing dialihbahasakan ke dalam bahasa Cina.
Selain Sakyakerti, terdapat pula rahib Buddha ternama di Sriwijaya, yaitu Wajraboddhi yang berasal dari India Selatan, dan Dharmakerti. Menurut seorang penjelajah Buddha dari Tibet bernama Atica, Dharmakerti memiliki tiga orang murid yang terpandang, yaitu Canti, Sri Janamitra, dan Ratnakirti. Atica sempat beberapa lama tinggal di Sriwijaya karena ingin menuntut ilmu Buddha. Ketika itu, agama Buddha klasik hampir lenyap disebabkan aliran Tantra dan agama Islam mulai berkembang di India, sehingga ia memilih pergi ke Sriwijaya untuk belajar agama.
Pada masa berikutnya, hampir di setiap kerajaan terdapat asrama-asrama (mandala) sebagai tempat untuk belajar ilmu keagamaan. Asrama ini biasanya terletak di sekitar komplek candi. Selain belajar ilmu agama, para calon rahib dan biksu belajar pula filsafat, ketatanegaraan, dan kebatinan. Bahkan istilah guru yang digunakan oleh masyarakat Indonesia sekarang berasal dari bahasa Sansekerta, yang artinya “kaum cendikia”.
Patung sang Buddha Candi Borobudur
Gambar 1.9 Patung sang Buddha pada Candi Borobudur
2.        Bahasa dan Sistem Aksara
Bahasa merupakan unsur budaya yang pertama kali diperkenalkan bangsa India kepada masyarakat Indonesia. Bahasalah yang digunakan untuk menjalin komunikasi dalam proses perdagangan antarkedua pihak, tentunya masih dalam taraf lisan. Bahasa yang dipraktikkan pun adalah bahwa Pali, bukan Sansekerta karena kaum pedagang mustahil menggunakan bahasa kitab tersebut.
Bahasa Pali atau Pallawa merupakan aksara turunan dari aksara Brahmi yang dipakai di India selatan dan mengalami kejayaan pada masa Dinasti Pallawa (sekitar Madras, Teluk Benggali) abad ke-4 dan 5 Masehi. Aksara Brahmi juga menurunkan aksara-aksara lain di wilayah India, yaitu Gupta, Siddhamatrka, Pranagari, dan
Dewanagari. Aksara Pallawa sendiri kemudian menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dan tertulis pada prasasti-prasasti berbahasa Melayu Kuno zaman Sriwijaya. Istilah pallawa pertama kali dipakai oleh arkeolog Belanda, N.J. Krom; sarjana lain menyebutnya aksara grantha.
Praktik bahasa Sansekerta pertama kali di Indonesia bisa dilacak pada yupa-yupa peninggalan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Huruf yang dipakai adalah Pallawa. Dikatakan bahwa di kerajaan tersebut terdapat seorang raja bernama Kudungga, memiliki anak yang bernama Aswawarman, dan juga memiliki cucu Mulawarman. Menurut para ahli bahasa, Kudungga dipastikan merupakan nama asli Indonesia, sedangkan Aswawarman dan Mulawarman sudah menggunakan bahasa India. Penggantian nama tersebut biasanya ditandai dengan upacara keagamaan.
Yupa tugu bertulis peninggalan Kutai
Gambar 1.4 Yupa (tugu) bertulis) peninggalan Kutai
Pengaruh agama Hindu dalam aspek bahasa akhirnya menjadi formal dengan munculnya bahasa Jawa dan Melayu Kuno serta bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia yang banyak sekali menyerap bahasa Sansekerta. Beberapa karya sastra Jawa ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dengan cara mengonversikan atau menambahkan (menggubah) karya sastra yang dibuat di India.
Selain Sansekerta, bahasa Pali, Tamil, dan Urdu atau Hindustani (digunakan di Pakistan dan sebagain India) pun memperkayai kosakata penduduk Indonesia. Namun, pada perkembangannya Sansekertalah bahasa yang paling berpengaruh dan dipakai hingga kini oleh orang Indonesia. Bahasa Sansekerta merupakan bahasa tulisan. Bahasa ini tertulis dalam prasasti, yupa, kitab suci, kitab undang-undang (hukum), karya sastra. Maka dari kata-katanya dapat lebih abadi dan dipertahankan.
Pengaruh tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses penyerapan bunyi. Kadang kita tidak menyadari bahwa bahasa yang kita gunakan tersebut merupakan serapan dari bahasa Sansakerta. Perubahan bunyi pada serapan ini terjadi karena logat dan dialek setiap suku-bangsa berbeda. Makna awalnya pun sebagian telah mengalami perubahan: ada yang meluas dan ada yang menyempit.
Namun, adapula beberapa kata yang maknanya belum bergeser, contohnya: tirta berarti air; eka, dwi, tri berarti satu, dua, tiga; kala berarti waktu atau bisa juga bencana.
Berikut ini kata-kata Indonesia serapan dari kata-kata Sansekerta:
(a) sayembara, dari silambara
(b) bentara, dari avantara
(c) harta, dari artha
(d) istimewa, dari astam eva
(e) durhaka, dari drohaka
(f) gembala, dari gopala
(g) karena, dari karana
(h) bahagia, dari bhagya
(i) manusia, dari manusya
10. senantiasa, dari nityasa
(Sumber: menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI)
Mengenai perkembangan aksara, di Indonesia terdapat beberapa jenis aksara yang merupakan turunan dari aksara Pallawa. Di Jawa ada aksara Kawi, aksara Kawi ini pada perkembangan selanjutnya menurunkan aksara Hanacaraka atau Ajisaka yang digunakan untuk bahasa Jawa, Sunda, dan Bali. Adapula prasasti zaman Mataram di Jawa Tengah bagian selatan yang menggunakan aksara Pranagari yang umurnya lebih tua dari aksara Dewanagari.
Sementara itu, di wilayah Sumatera Utara (dengan dialek Toba, Dairi, Karo, Mandailing, dan Simalungun) ada aksara Batak, sedangkan di daerah Kerinci, Lampung, Pasemah, Serawai, dan Rejang terdapat aksara Rencong. Sementara itu, di daerah Sulawesi bagian selatan ada aksara Bugis dan Makassar. Dari perkembangan aksara-aksara turunan Pallawa, kita dapat memperkirakan wilayah mana saja di Indonesia yang pengaruh budaya Indianya lebih kental, yakni Jawa, Sumatera, dan sebagian Sulawesi. Sedangkan daerah-daerah lainnya di Indonesia tak begitu dipengaruhi budaya India, bahkan ada daerah yang sama sekali tak tersentuh budaya Hindu-Buddhanya.
Mengenai aksara Hanacaraka, terdapat sebuah legenda yang berkaitan dengan nama Ajisaka. Ajisaka merupakan cerita rakyat yang berkembang secara lisan, terutama hidup di masyarakat Jawa dan Bali. Tokoh, Ajisaka, berkaitan dengan bangsa Saka dari India barat laut. Sebagian masyarakat Jawa percaya bahwa Ajisaka dahulu pernah hidup di Jawa dan berasal dari India. Mereka juga percaya bahwa Ajisakalah yang menciptakan aksara Jawa dan kalender Saka.
Aksara Rencong turunan Pallawa
Gambar 1.10 Aksara Rencong salah satu sistem aksara turunan Pallawa
3.        Seni Arsitektur dan Teknologi
Sebelum unsur-unsur Hindu-Buddha masuk, masyarakat Indonesia telah mengenal teknologi membuat bangunan dari batu pada masa Megalitikum. Mereka telah pandai membangun menhir, sarkofagus, peti (kuburan) kubur, patung sederhana, dan benda benda dari batu lainnya. Setelah berkenalan dengan seni arsitektur Hindu-Buddha, mereka kemudian mengadopsi teknologinya. Jadilah candi, stupa, keraton, makara yang memiliki seni hias (relief) dan arsitekturnya yang lebih beraneka.
  1. a.    Candi
Candi berasal dari frase candika graha yang berarti kediaman Betari Durga. Durga ini disembah terutama oleh umat Buddha. Dalam dunia pewayangan di Indonesia, Durga merupakan istri Dewa Siwa yang dikutuk dari berwajah cantik menjadi raksasa. Yang pertama mendirikan candi di India diduga adalah umat Buddhis. Ini terlihat dari temuan candi tertua di sana yang dibangun pada abad ke-3 SM. Pada perkembangan berikutnya, candi pun didirikan oleh umat Hindu.
Awalnya, candi didirikan sebagai tempat penyimpanan abu hasil pembakaran jenazah raja. Karena itu, di candi yang disebut pripih sering ditemukan sebuah wadah penyimpanan abu jenazah. Di atas abu jenazah tersebut terpampang arca raja bersangkutan. Disimpan pula patung dewa tertentu, biasanya dewa ini dipuja oleh almarhum yang bersangkutan. Pada dinding-dinding candi biasanya terdapat deretan relief yang mengisahkan cerita-cerita Mahabharata atau Ramayana atau kisah sastra lainnya. Pada candi Buddhis biasanya terdapat relief seputar kehidupan Siddharta.
Fungsi candi selanjutnya berkembang menjadi tempat sembahyang (berasal dari frase “sembah hyang”) untuk dewa-dewi. Jawa adalah tempat yang paling banyak terdapat candi, disusul oleh Sumatera. Ini menandakan bahwa perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha berlangsung lebih pesat di Jawa, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pusat-pusat pemerintahan pada masanya. Berdasarkan arsitektur dan tempat dibangunnya, candi-candi di Indonesia dapat dibagi atas: candi yang terletak di Jawa Tengah (bagian selatan dan utara), Jawa Timur, dan lain-lainnya seperti di Sumatera, Bali, dan Jawa Barat.
Bentuk candi-candi di Jawa Tengah di bagian selatan berbeda dengan yang ada di bagian utara. Namun demikian, secara umum (Soetarno, 2003) candi-candi yang ada di kedua wilayah tersebut memiliki kesamaan, yaitu:
(1)Bentuk bangunan tampak lebih gemuk, terbuat dari batu andesit.
(2)Atapnya berbentuk undak-undakan dan puncaknya berbentuk stupa atau ratna.
(3)Pada pintu dan relung terdapat hiasan bermotif makara.
(4)Reliefnya timbul agak tinggi dan lukisannya bercorak naturalis (dua dimensi).
(5)Letak candi utama terletak di tengah-tengah halaman komplek candi muka candi    menghadap ke arah timur.

Pengaruh kebudayaan Islam

A. KEBUDAYAAN ISLAM
1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat
2. Unsur-Unsur Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1.Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
· alat-alat teknologi
· sistem ekonomi
· keluarga
· kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
· sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
· organisasi ekonomi
· alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
· organisasi kekuatan (politik)
B. Sejarah Intelektual Islam
Perkembangan pemikiran islam mempunyai sejarah yang panjang dalam arti seluas-luasnya. Tradisi pemikiran dikalangan umat islam berkembang seiring dengan kemunculan islam itu sendiri. Dalam kontek masyarakat Arab sendiri, di mana islam lahir dan pertama kali berkembang di sana, kedatangannya lengkap dengan tradisi keilmuannya. Sebab masyarakat Arab pra islam belum mempunyai sistem pengembangan pemikiran secara sistematis.
Pada masa awal perkembangan islam, sistem pendidikan dan pemikiran yang sistematis belum terselenggara karena ajaran islam tidak diturunkan sekaligus. Namun demikian isyarat Alqur’an sudah cukup jelas meletakkan fondasi yang kokoh terhadap pengembangan ilmu dam pemikiran,sebagaimana terlihat pada ayat yang pertama diturunkan yaitu suatu perintah untuk membaca dengan nama Allah ( al-Alaq:1 ). Dalam kaitan itu dapat dipahami mengapa proses pendidikan islam pertama kali berlangsung di rumah yaitu Darul Arqam. Ketika masyarakat Islam telah terbentuk, maka pendidikan Islam dapat diselenggarakan di mesjid. Proses pendididkan pada kedua tempat tersebut dilakukan dalam lingkaran besar atau disebut Halaqah.
Dalam mengguanakan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, dilihat dari segi perkembangannya, sejarah intelektua Islam dapat dikelompokkan ke dalam tiga masa yaitu masa klasik, yaitu tahun 650-1250 M. dan masa modern yaitu sejak tahun 1800-sampai sekarang.
Pada masa klasik lahir para ulama madz hab seperti imamn Hambali, Hanafi, Iman Syafii, dan Iman Malik. Selain itu, lahir pula para filosuf muslim seperti Al-Kindi, tahun 801 M. seorang filosuf muslim pertama. Selain Al-Kindi, pada itu lahir pula para filosuf besar seperti Al-Razi lahir tahun 865 M, Al-Farabi lahir tahun 870 M. Dia dikenal sebagai pembangun aguing sistem filsafat. Pada abad berikutnya lahir pula filosuf agung Ibnu Miskawaih pada tahun 930 M. pemikirannya yang terkenal tentang “pendidikan akhlak” kemudian Ibnu Sina tahun 1037. Ibnu Bajjah, 1138 M. Ibnu Rasyid 1126 M. dll. Pada masa pertengahan yaitu tahun 1250-1800 M. dalam catatan sejarah pemikiran Islam masa ini merupakan fase kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam sehingga ada kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu,.iman dengan Ilmu, dunia dengan akhirat. Pengaruhnya masih terasa sampai sekarang.
Pemikiran yang berkembang saat itu adalah pemikiran dikotomis antara agama dengan lmu dan urusan dunia dengan urusan akhirat. Titik kulminasinya adalah ketika para ulama sudah mendekat kepada para penguasa, sehingga fatwa-fatwa mereka tidak lagi diikuti oleh umatnya dan kondisi umat menjadi carut marut kehilangan figur pemimpin yang dicintai umatnya.
C. Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Indonesia
Di zaman modern, ada satu fenomena yang menarik untuk kita simak bersama yaitu semangat dan pemahaman sebagian generasi muda umat Islam khususnya Mahasiswa PTU dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam. Mereka berpandangan bahwa Islam yang benar adalah segala sesuatu yang ditampilkan oleh Nabi Muhammad Saw. Secara utuh termasuk nilai-nilai budaya Arabnya. Kita sepakat bahwa Nabi Muhammad Saw. Itu adalah Rasul Allah. Kita tahu Islam itu lebih dari beliau, dan yang menginkari kerasulannya adalah kafir.
Nabi Muhammad Saw. Adalah seorang Rasul Allah dan harus diingat bahwa beliau adalah orang Arab. Dalam kajian budaya sudah barang tentu apa yang ditampilkan dalam perilaku kehidupannya terdapat nilai-nilai budaya lokal. Sedangkan nilai-nilai Islam itu bersifat universal. Maka dari itu sangat dimungkingkan apa yang dicontoh oleh Nabi dalam hal mu’amalah ada nuansa-nuansa budaya yang dapat kita aktualisasikan dala kehidupn modern dan disesuaikan dengan muatan budaya lokal masing-masing. Contohnya dalam cara berpakaian dan cara makan. Dalam ajaran Islam sendiri meniru budaya satu kaum boleh-boleh saja sepanjang tidak bertengtangan dengan nilai-nilai dasar Islam. Apalagi yang ditirunya adalah panutan suci Nabi Muhammad Saw, namun yang tidak boleh adalah menganggap bahwa nilai-nilai budaya Arabnya dipandang sebagai ajaran Islam.
Dalam perkembangan dakwah Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh para Wali di tanah jawa. Karena kehebatan para wali Allah dalam mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari hari mereka.
D. Masjid Sebagai Pusat Peradaban Islam
Masjid biasanya dipahami oleh sebagian besar masyarakat merupakan rumah ibadah, terutama untuk shalat, padahal sebenarnya masjid memiliki fungsi yang demikian luas daripada sekedar untuk shalat. Masjid pada awal berdirinya belum berpindah dari fungsi yang utama yaitu untuk melakukan shalat, namun perlu diketahui bahwa masjid pada zaman Rasulullah saw dimanfaatkan sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam.
Nabi Muhammad saw menumbuhkembangkan agama Islam termasuk didalamnya mengajarkan Al Qur’an, Al Hadits, bermusyawarah untuk mufakat dalam usaha menyelesaikan berbagai macam persoalan umat Islam, membina sikap dasar umat Islam kepada orang-orang nonmuslim, sehingga segala macam ikhtiar untuk mengembangkan kesejahteraan umat Islam justru berasal dari masjid (Diskusi Kelompok Lokakarya MPK UGM, 2003: 38). Masjid merupakan ajang untuk mengumumkan hal-hal penting terutama berkaitan dengan hidup dan kehidupan umat Islam. Persoalan suka dan duka, peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar masjid diberitahukan kepada masyarakat melalui masjid. Masjid juga berfungsi dalam hal pendidikan dan penerangan untuk masyarakat serta merupakan tempat belajar bagi semua orang yang akan belajar dan mendalami agama.Pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup, semua pertanyaan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, agama maupun masalah hukum langsung dilontarkan dan dicarikan jawabannya secara langsung oleh beliau, maka ketika itu belum diperlukan kepustakaan Islam.
Asas Islam didalamnya mengandung kepustakaan, hal ini dapat dilihat pada waktu turunnya wahyu yang pertama yaitu surat Al Alaq ayat 1-5, artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan” “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah” “Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah” “Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam” “Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (Departemen Agama, 1989: 1079). Ayat tersebut mengandung makna bahwa tempat bersandar kepustakaan adalah membaca dan menulis, tanpa menulis maupun membaca buku-buku tidak pernah ada. Membaca dan menulis merupakan pertanda bagi lahirnya kepustakaan Islam sesudah nabi wafat. Kitab yang pertama dan utama dalam Islam adalah kitab suci Al Qur’an.
Kitab yang kedua adalah As Sunnah (Al Hadits). Kitab-kitab yang ditulis setelah AlQur’an dan As Sunnah memiliki sifat menjelaskan, membahas, memberi penafsiran, mengolah, menumbuhkembangkan, dan meneruskan kedua kitab tersebut. Kepustakaan Islam adalah pusat pendidikan, pengajaran, dandakwah Islam. Pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup, perpustakaan belum tersedia,tetapi secara keseluruhan berdasarkan pada wahyu ertama sebagaimana ermaktub dalam Al Qur’an. Mereka yang berkeinginan mengembangkan ilm pengetahuan dan memperdalam ilmu,maka masjid merupakan perpustakaan sekaligus sebagai gudang ilmu (Gazalba, 1975: 119).
Masjid berfungsi sebagai tempat sosial, yang dipergunakan seperti hotel bagi seseorang sedang mengadakan perjalanan (musafir),hal itu juga pernah dialami oleh seorang budak wanita yang baru dibebaskan, karena tidak memiliki rumah kemudian ia mendirikan kemah di halaman masjid (Gazalba, 1975: 121). Orang-orang di dalam masjid mengumandangkan ayat-ayat AlQur’an dengan suara merdu, juga diperdengarkan lagu-lagu yang berciri khas Islami.
Masjid berasal dari istilah sajada, yasjudu yang mengandung arti bersujud atau bersembahyang. Masjid merupakan rumah Allah (Baitullah), sehingga orang yang masuk ke masjid diperintahkan shalat sunnah tahiyatul masjid (menghargai masjid) sebanyak dua rakaat. Nabi Muhammad saw bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ra,: “Jika seseorang memasuki masjid jangan dahulu duduk sebelum mengerjakan shalat dua rakaat” (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 169). Kata masjid (bentuk mufrad/tunggal) dan masajid (bentuk jamak) banyak didapat di dalam Al Qur’an, misal: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid…” (Al Qur’an surat Al A’raf ayat 31). “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah di dalam masjid-masjidNya dan berusaha untuk merobohkannya?….” (Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 114). “Hanyalah yang memakmurkan masjid- masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun)selain kepada Allah…..” (Al Qur’an surat At Taubah ayat 18). “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun didalamnya disamping (menyembah) Allah”(Al Qur’an surat Al Jin ayat 18). (Departemen Agama, 1989: 225,31, 280, 985). Masjid pertama kali didirikan oleh Nabi Muhammad saw di Madinah, yaitu pada tahun 622 bulan Rabiulawal tahun I Hijriyah, bertepatan dengan awal mula Nabi Muhammad saw bertempat tinggal di Madinah, masjid tersebut adalah masjid Madinah (Masjid Nabawi), adalah masjid utama ketiga sesudah Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa.
Sejarah pertumbuhan bangunan masjid berkaitan erat dengan perkembangan daerah Islam dan timbulnya kota-kota baru. Pada waktu awal tumbuh kembangnya Islam ke berbagai negara, umat Islam bertempat tinggal di tempat yang baru, dengan menggunakan sarana masjid sebagai ajang untuk kepentingan sosial. Masjid adalah hasil budaya umat Islam dalam bidang teknologi konstruksi yang sudah diawali semenjak awal mula dan merupakan corak khas negara atau Kota Islam (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 169-171). Masjid juga salah satu bentuk pengejawantahan tumbuhnya kebudayaan Islam yang demikian penting.Bentuk bangunan masjid juga menggambarkan Allah (Sang Pencipta) serta merupakan pertanda tingkat tumbuhkembangnya kebudayaan Islam.
Konstruksi masjid yang indah dan mempesonakan dapat ditemukan di Spanyol, India, Suria,Kairo, Baghdad serta beberapa daerah di Afrika juga merupakan pertanda sejarah monumen umat Islam yang pernah mengalami zaman keemasan pada bidang teknologi konstruksi, seni dan ekonomi. Seni arsitektur yang demikian indah kelihatan dalam berbagai masjid berada diseantero dunia tidak timbul secara mendadak, namun melalui proses pertumbuhan secara tahap demi tahap. Diawali dari konstruksi bangunan yang sederhana sampai pada bentuk bangunan yang sempurna, terjadi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seni arsitektur masjid tidak terlepas dari pengaruh seni arsitektur Arab, Persia, Byzantium, India, Mesir, dan Gothik. Bangunan dan ciri khas arsitektur masjid, semenjak zaman para khalifah sampai saat ini terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainnya, tetapi secara keseluruhan dilandasi adanya jiwa ketauhidan dan perwujudan rasa cinta dan kasih sayang kepada Allah SWt.
E. Islam Dalam Budaya Indonesia
Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Indonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya Islam di Indonesia diolah sedemikian rupa oleh para juru dakwah dengan melalui berbagai macam cara, baik melalui bahasa maupun budaya seperti halnya dilakukan oleh para wali Allah di Pulau Jawa. Para wali Allah tersebut dengan segala kehebatannya dapat menerapkan ajaran dengan melalui bahasa dan budaya daerah setempat, sehingga masyarakat secara tidak sengaja dapat memperoleh nilai-nilai Islam yang pada akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi adat istiadat di dalam hidup dan kehidupan sehari-hari dan secara langsung merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan bangsa Indonesia, misalnya: setiap diadakan upacara-upacara adat banyak menggunakan bahasa Arab (Al Qur’an), yang sudah secara langsung masuk ke dalam bahasa daerah dan Indonesia, hal tersebut tidak disadari bahwa sebenarnya yang dilaksanakan tidak lain adalah ajaran-ajaran Islam (Diskusi Kelompok Lokakarya MPK UGM, 2003: 39). Ajaran-ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan menyeluruh juga dapat disaksikan dalam hal melaksanakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal yang pada awalnya sebenarnya dirayakan secara bersama dan serentak oleh seluruh umat Islam dimanapun mereka berada, namun yang kemudian berkembang di Indonesia bahwa segenap lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dengan tidak memandang agama dan keyakinannya secara bersama-sama mengadakan syawalan (halal bil halal) selama satu bulan penuh dalam bulan syawal, hal inilah yang pada hakikatnya berasal dari nilai-nilai ajaran Islam, yaitu mewujudkan ikatan tali persaudaraan di antara sesama handai tolan dengan cara saling bersilaturahmi satu sama lain, sehingga dapat terjalin suasana akrab dalam keluarga.
Berkaitan dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain, juga dapat dikemukakan yaitu sesuai dengan perkembangan zaman terutama ciri dan corak bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami tumbuh kembang, baik terdiri dari masjid-masjid tua maupun yang baru dibangun, misal: masjid- masjid yang dibangun oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pada umumnya hampir mirip dengan bentuk joglo yang berseni budaya Jawa. Perkembangan budaya Islam yang terdapat pada masjid, secara nyata dapat ditunjukkan yaitu adanya masjid-masjid tua yang kemudian diperbaiki dengan ditambah konstruksi baru atau mengganti tiang-tiang kayu dengan tiang batu atau beton, lantai batu dengan ubin dan dinding sekat dengan tembok kayu. Hal tersebut dapat dicontohkan beberapa masjid yang menambah bangunan, yaitu Masjid Agung Banten (bangunan menara dan madrasah), Masjid Menara Kudus (bangunan bagian depan berujud pintu gerbang dan kubah dengan gaya arsitektur kayu Indonesia), Masjid Agung Surakarta (bangunan pintu gerbang dan tembok keliling yang berlubang tiga pintu dengan lengkung runcing dan menara tempel yang memiliki mahkota kubah,merupakan hasil modifikasi pintu gerbang masjid-masjid di India. Masjid Sumenep Madura (bangunan pintu gerbang bergaya arsitektur Eropa), Masjid Jami’ Padang Panjang, Tanah Datar, Masjid Sarik (Bukittinggi), Masjid Sumatera Barat (pembangunan puncak tumbang dengan mahkota kubah). Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37, Nomor 2
Beberapa masjid di Indonesia yang mengedepankan corak yang demikian baru (modern), misal: Masjid Raya Medan, Masjid Baiturrahman Banda Aceh yang mencontoh gaya arsitektur masjid di India (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 172-173). Bangsa Indonesia setelah meraih kemerdekaan juga banyak berdiri masjid-masjid model baru,yaitu : Masjid Raya Makassar (Ujung Pandang), Masjid Syuhada (Yogyakarta), Masjid Agung Al Azhar (Jakarta), Masjid Istiqlal (Jakarta), Masjid Salman ITB (Bandung). Masjid mempunyai sejumlah komponen yaitu kubah, menara, mihrab, dan mimbar; komponen masjid yang berciri khas Indonesia adalah beduk. Beduk terbesar di Indonesia terdapat di dalam masjid Jami’ Purworejo, dibuat oleh orang Indonesia dengan dirancang sesuai dengan njlai-nilai yang berciri khas Islami dan berbudaya Indonesia.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin dapat dilihat dalam segala aspek kehidupan masyarakat di Indonesia, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, dan agama sehingga nilai-nilai Islam, terutama yang terdapat dalam kebudayaan Indonesia secara keseluruhan tidak dapat dihindari, hal ini sebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan tentang kebudayaan Islam yang ada di Indonesia.
F. Islam dan Etos Kerja
Islam adalah agama dualisme, yang mengga bungkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dalam artian, Islam memandang bahwa manusia tidak bisa hanya menomorsatukan akhirat dan ‘cuek’ terhadap ‘materi’. Karena manusia membutuhkan makan, minum, tempat tinggal dan pakaian. Maka, untuk dapat mencapai dan memperoleh itu semua, Islam menganjurkan para pemeluknya untuk bekerja dan berusaha.
Islam sangat membenci umatnya yang ‘lemah’ dan ‘malas’; tidak memiliki kekuatan mental dalam mencari rezki, sebagai haknya yang telah diberikan Allah. Dan malas, tidak memiliki gairah dan ‘greget’ untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perintah untuk bekerja dan berusaha ini dijelaskan secara gamblang oleh Allah swt. di dalam Alquran; Dan katakanlah, bekerjalah kamu karena sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang mu’min akan menjadi saksi dari hasil kerja kamu…” (QS. At-Taubah (9): 105). Para sahabat Nabi saw. merupakan tokoh-tokoh ahli kerja (ashâb al-a’mâl). Tidak ada satupun dari mereka yang tidak memiliki ‘ladang’ pekarjaan.
Dr. Muhammad Hasanain al-Bath di dalam bukunya Al-Nizhâm Al-Iqtishâdiy fî Al-Islâm menampilkan sosok Umar, khalifah kedua umat Islam dalam hal ‘etos kerja’. Umar, kalau melihat seorang anak yang membuatnya takjub atau kagum, maka ia bertanya kepada orang lain, apakah dia memiliki pekerjaan atau tidak? Jika tidak, maka beliau berkata; “Saqatha min ‘ainiy, dia tidak membuatku kagum, atau hilanglah kekagumanku padanya. Beliau sangat terkenal dengan adagiumnya; Yâ ma’syara al-fuqarâ’, irfa’û ru’ûsakum faqad wadha al-tharîq. Fastabiqû al-khairât,wa lâ takûnû ‘âlatan ‘alâ al-nâs (Wahai para fakir, angkatlah kepala kalian, jalan sudah terang. Berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan, dan jangan jadi ‘sampah’ umat Islam). Dari sini tampak bahwa Islam benar-benar menamkan ‘etos kerja’ yang tinggi kepada umatnya. Sebuah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan kita, umat Islam. Sehingga, menurut Dr. Muhammad Hasanain al-Bath di dalam bukunya tersebut disebutkan bahwa Alquran menyebutkan kata ‘kerja’ dengan segala bentuk derivasi dan dimensinya, baik secara parsial dan komprehensif (general), materialistik dan moral, dunia dan akhirat lebih dari 350 tempat. Sehingga, tidak heran kalau Islam menyeru orang-orang yang selesai menunaikan shalat di dalam surat al-Jumu’ah ayat 10 untuk bertebaran di muka bumi, yaitu bekerja untuk mencari rezeki Allah. Selain itu, Islam tidak melarang para jama’ah Haji untuk melakukan perdagangan (al-tijârah).
Drs. H. Toto Tasmara, yang dikenal akrab dengan panggilan Mas Toto, di dalam bukunya Etos Kerja Pribadi Muslim menyebutkan bahwa cemerlang dan luhurnya iman bukanlah tersimpan pasif di dalam dada, tersembunyi sebagai misteri. Setiap Muslim meyakini, bahwa iman akan terasa lezatnya apabila secara aktual dimanifestasikan dalam bentuk atau wujud amal shalih, dalam aktivitas kerja kreatif, dengan genderang dan gemuruh motivasi prestatif dalam rangka mewujudkan cita-citanya yang luhur sebagai umat yang terbaik (kuntum khaira ummatin ukhrijat linnâsi). Itulah sebabnya, penghargaan Islam terhadap ‘budaya kerja’ bukan hanya sekedar pajangan alegoris dan penghias retorika. Lebih jauh, Mas Toto menjabarkan bahwa ‘etos kerja’ dalam Islam adalah terletak dalam ‘jihad’. Beliau mengatakan bahwa ‘jihad’ atau ‘mujahadah’ berasal dari kata ‘jâhada, yujâhidu, yang berarti bersungguh-sungguh mengerahkan seluruh potensi dirinya untuk mencapai sesuatu. Lantas, kenapa ada umat Islam yang ragu mengatakan bahwa Islam mempunyai ciri khas dalam etos kerja, yaitu jihad? Orang Jepang punya semangat kerja karena dibayangi budaya ajaran Shinto dan Zen Budha yang melahirkan semangat Bushido serta Makoto (artinya: sincerity = kesungguhan). Orang Protestan menempatkan kerja sebagai panggilan Ilahiyah (calling from with in). Yang membedakannya dengan semangat kerja dalam Islam, ialah kaitannya dengan niat ibadah semata-mata, bahwa bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka menggapai ridha Allah (yabtaghûna fadhlan minallâhi wa ridhwânan, QS. Al-Fath (48): 29). Sebab itulah disebut sebagai jihâd fî sabîlillâh. Kesungguhan untuk meraih prestasi amal shalih, itu adalah jihad, demikian jelas beliau.
Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah saw. secara panjang lebar di dalam sebuah Haditsnya, yang diriwayatkan dari Ka’ab bin ‘Ajrah. Ia berkata; “Seorang laki-laki melewati Nabi saw. Para sahabat melihat kesungguhan dan kesemangatannya. Mereka bertanya kepada beliau; “Wahai Rasulullah, apa dia termasuk dalam jihâd fî sabîlillâh? Rasulullah saw. menjawab; “Jika dia keluar untuk menafkahi anaknya yang masih kecil- kecil, maka dia fî sabîlillâh. Dan jika keluar untuk menafkahi dirinya dengan tujuan menjaga kehormatannya –agar tidak meminta-minta—, maka di fî sabîlillâh. Namun jika dia keluar (bekerja) hanya untuk riyâ’ dan berbangga-bangga, maka dia di jalan setan.
Oleh karena itu, Islam sangat membenci pengangguran (al-bithâlah). Hal ini telah dimotivasi oleh agama (Islam) bahwa pekerjaan yang baik merupakan bagian yang intgral dari keimanan seorang Muslim. Hal ini dijelaskan oleh Nabi saw; “Tidak seorang pun yang memakan makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan oleh tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Daud as. itupun, makan dari hasil tangannya sendiri (HR. Bukhari dan yang lainnya). Nabi saw. telah memberikan contoh yang konkret bagi umatnya. Dimana beliau pernah menjadi ‘penggembala kambing’ orang-orang Mekkah sebelum masa kenabian. Beliau juga pernah menjadi pedagang. Beliau saat itu menjajakan barang-barang milik Khadijah, sebelum menjadi istrinya tercinta.
Kerja merupakan bagian yang sangat urgen dalam kehidupan umat Islam. Islam dan kerja merupakan dua sisi mata uang yang saling membutuhkan dan tidak bisa dipisahkan. Dengan demikian, kita dapat menyatakan bahwa ‘etos kerja’ merupakan ruh Islam. Kerja merupakan substansi ajaran Islam di dalam menyikapi cosmos. Alam yang demikian luas dan kaya, merupakan tanggung jawab manusia (termasuk di dalamnya umat Islam) dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaannya. Namun, dalam hal ini tidak bisa hanya lewat ‘ide’ dan ‘pemikiran’ yang kosong dari aksi nyata (real action). Ia harus diwujudkan lewat budaya kerja, ‘etos kerja’.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik konklusi bahwa Islam bukan hanya membeberkan dan mendoktrin masalah simbol dan syiar. Namun, pada saat yang bersamaan, Islam itu adalah ibadah dan kerja. Sehingga, untuk menumbuhkan ‘etos kerja’, Islam menyatakan bahwa ‘kerja’ merupakan bagian dari ‘ibadah’. “Barangsiapa berusaha untuk mencukupi kebutuhan para janda, orang-orang miskin, ia laksana seorang pejuang (mujahid) di jalan Allah, atau seperti orang yang mengerjakan shalat malam atau orang yang berpuasa satu harian”, demikian ungkap Nabi saw. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab Shahih-nya.
Oleh karenanya, Islam sangat tidak suka melihat umatnya yang hobi dengan ongkang-ongkang kaki, menghitung bintang di langit, dan mengamalkan dzikir andalan ‘jikalau’. Islam mengajarkan umatnya agar senantiasa mau ‘menyingsingkan lengan baju’, kapan dan di mana saja. Orang yang malas, adalah orang yahng tidak mau tahu dengan manfaat alam serta isinya. Orang yang ‘ogah’ kerja adalah contoh manusia yang membunuh manfaat hidup. Hidup ini adalah kerja, perjuangan, jihad. Al-hayâtu jihâdun. Wallahu a‘lamu bi al-shawab. [] Cairo, May 8, 2006.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
· Pengertian kebudayaan adalah sesuatu yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
· Sedangkan kebudayaan Islam adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia (segala tindakan dan sikap seseorang) untuk merealisasikan pokok ajaran Islam dalam kehidupan, yang diperoleh dan dikerjakan dengan menggunakan hasil pendapat budi pekerti yang didasari oleh Alquran dan hadits dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan.
· Jadi dalam kebudayaan islam banyak mengandung nilia-nilai agama yang bersifat Universal dan dapat kita jadikan percontohan dalam kehidupan kita sehari-hari.
· Masjid bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi ia juga memiliki fungsi sebagai pusat peradaban islam.
· Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Indonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Ara

Pengaruh Budaya Barat

PENGARUH KEBUDAYAAN BARAT
Dewasa ini, kebudayaan Barat sudah mendominanisasi segala aspek. Segala hal selalu mengacu kepada Barat. Peradaban Barat telah menguasai dunia. Banyak perubahan-perubahan peradaban yang terjadi di penjuru dunia ini. Kebudayan Barat hanya sebagai petaka buruk bagi Timur. Timur yang selalu berperadaban mulia, sedikit demi sedikit mulai mengikuti kebudayaan Barat.
Secara timbal balik, tiap peradaban akan berpengaruh satu sama lain. Hukum sosial berlaku bagi semua peradaban. Peradaban yang maju, pada suatu masa, cenderung memiliki perngaruh yang luas bagi peradaban-peradaban lain yang berkembang belakangan.
Dengan Menelusuri kondisi sosial di barat saat ini akan bisa diketahui berbagai perilaku dan sikap barat terhadap dunia lain. Sikap agresif barat terhadap dunia lain disebabkan karena ketertinggalan mereka dahulu dengan peradaban dunia lainnya yang bergerak dinamis selama berabad – abad dalam pergaulan antar peradaban. Sedangkan dunia barat lebih banyak bergulat dalam dunia mereka sendiri dan terkucil dari peradaban lain di belahan dunia. Ketertinggalan atau keterasingan itu menyebabkan terjadi jurang yang lebar dan terjal dalam peradaban barat terhadap dunia – dunia lainnya, sehingga pada suatu saat barat berusaha untuk menutupi jurang – jurang itu dengan berbagai cara, termasuk didalamnya perang peradaban yang dilancarkan barat sejak berabad – abad silam. Perang peradaban barat itu antara lain adalah usaha barat untuk menutupi ketertingalan dan keterasingannya dengan dunia lainnya. Disamping itu, ada kepentingan - kepentingan politiknya yang sangat agresif.
Agresifitas politik barat ini tidak disanksikan selama berabad – abad, telah terjadi pergaulan antar bangsa dan peradaban. Dan semua itu berlangsung dengan damai. Siapa yang ingin meniru maka tirulah, dan siapa yang tidak ingin meniru maka hargailah. Begitulah kondisi peradaban saat ini.
Maka dengan gencarnya, para pemuka-pemuka kebudayaan memperkenalkan peradaban masing-masing negara. Terlebih lagi negara barat yang selalu mempublikkan kebudayaan mereka. Maka disini penulis hanya memaparkan pengaruh kebudayaan terhadap kebudayaan negara timur khususnya negara kita

PENGARUH KEBUDAYAAN BARAT

Dewasa ini, kebudayaan Barat sudah mendominanisasi segala aspek. Segala hal selalu mengacu kepada Barat. Peradaban Barat telah menguasai dunia. Banyak perubahan-perubahan peradaban yang terjadi di penjuru dunia ini. Kebudayan Barat hanya sebagai petaka buruk bagi Timur. Timur yang selalu berperadaban mulia, sedikit demi sedikit mulai mengikuti kebudayaan Barat.

Secara timbal balik, tiap peradaban akan berpengaruh satu sama lain. Hukum sosial berlaku bagi semua peradaban. Peradaban yang maju, pada suatu masa, cenderung memiliki perngaruh yang luas bagi peradaban-peradaban lain yang berkembang belakangan.

Dengan Menelusuri kondisi sosial di barat saat ini akan bisa diketahui berbagai perilaku dan sikap barat terhadap dunia lain. Sikap agresif barat terhadap dunia lain disebabkan karena ketertinggalan mereka dahulu dengan peradaban dunia lainnya yang bergerak dinamis selama berabad – abad dalam pergaulan antar peradaban. Sedangkan dunia barat lebih banyak bergulat dalam dunia mereka sendiri dan terkucil dari peradaban lain di belahan dunia. Ketertinggalan atau keterasingan itu menyebabkan terjadi jurang yang lebar dan terjal dalam peradaban barat terhadap dunia – dunia lainnya, sehingga pada suatu saat barat berusaha untuk menutupi jurang – jurang itu dengan berbagai cara, termasuk didalamnya perang peradaban yang dilancarkan barat sejak berabad – abad silam. Perang peradaban barat itu antara lain adalah usaha barat untuk menutupi ketertingalan dan keterasingannya dengan dunia lainnya. Disamping itu, ada kepentingan - kepentingan politiknya yang sangat agresif.

Agresifitas politik barat ini tidak disanksikan selama berabad – abad, telah terjadi pergaulan antar bangsa dan peradaban. Dan semua itu berlangsung dengan damai. Siapa yang ingin meniru maka tirulah, dan siapa yang tidak ingin meniru maka hargailah. Begitulah kondisi peradaban saat ini.

Maka dengan gencarnya, para pemuka-pemuka kebudayaan memperkenalkan peradaban masing-masing negara. Terlebih lagi negara barat yang selalu mempublikkan kebudayaan mereka. Maka disini penulis hanya memaparkan pengaruh kebudayaan terhadap kebudayaan negara timur khususnya negara kita.

A. TERHADAP ILMU PENGETAHUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada hakikatnya diharapkan dapat membawa dampak positif bagi terciptanya masyarakat moderen yang menghargai kebudayaan tradisionalnya. Dengan ilmu pengetahuan masyarakat akan berubah dari kondisi sebelumnya menjadi masyarakat yang moderen. Selain itu ilmu pengetahuan setidaknya menjadi komponen penting yang dapat membawa masyarakat menjadi paham mengenai apa yang hendaknya dipertahankan sebagai warisan masa lalu.

Perkembangan terknologi, terutama masuknya kebudayaan asing (barat) tanpa disadari telah menghancurkan kebudayaan lokal. Minimnya pengetahuan menjadi pemicu alkulturasi kebudayaan yang melahirkan jenis kebudayaan baru. Masuknya kebudayaan tersebut tanpa disaring oleh masyarakat dan diterima secara mentah. Akibatnya kebudayaan asli masyarakat mengalami degradasi yang sangat luar biasa.

Dari ilmu pengetahuan yang berasal dari barat, memang sekilas kita pandang maju dan modern, tetapi dibalik itu ada unsur politik yang membuat kita kedalam penjajahan budaya. Seperti yang akan kita kupas dari beberapa segi nantinya. Pada dasarnya barat ingin menguasai dunia dengan kemajuan pemikiran mereka. Banyak cara yang mereka tempuh seperti banyaknya teori –teori yang keliru dan belum ada titik terangnya dalam ilmu pengetahuan. Seperti teori alam semesta, teori budaya bebas yang mengacu kepada hak asasi manusia, dan ada pula teori politik yang membuat manusia keperadaban yang lebih rendah.

Kemajuan pemikiran mereka bila dipandang dari segi teknologi, memang sangat membantu kita kepada kemudahan-kemudahan hidup. Tetapi dengan kemudahan-kemudahan itu barat juga memasuki unsur pengrusakan budaya-budaya suatu negeri dengan kebudayaan mereka. Ada beberapa pengaruh kebudayaan barat yang bisa kita lihat terhadap ilmu pengetahuan secara global, yakni :

1. Dari Segi Ekonomi dan Politik

Pada akhir-akhir abad XIII penemuan-penemuan tekhnik industri, dan berhasilnya pelayaran Colombus dan Vasco Da Gama, memberikan bangsa eropa kekuasaan setrategis di laut samudra, hal ini menyebabkan revolusi industri eropa menjadi penguasa ekonomi di seluruh dunia. Dari sini, dimulailah usaha menghancurkan tata nilai dan norma-norma budaya Islam ataupun dunia. Penjajahan dengan kekuatan militer selama berabad-berabad tidak banyak memberikan hasil, namun dengan ekspansi industri secara massal membuat bangsa-bangsa timur menjadi tercengang, yang menuntut perubahan cara berfikir dan mental generasi dunia dari masa ke masa dan akhirnya tanpa disadari kecendrungan meniru dan mempelajari metode-metode perekonomian dan ilmu pengetahuan barat yang nota bene bertentangan dengan syari’at islam sangat kuat.

System ekonomi sosialis dan kapitalis tidak dapat ditolak oleh dunia timur, sehingga upaya menghilangkan system ekonomi islam hampir berhasil dengan sempurna, penghormatan terhadap hukum riba misalnya, telah dianggap menghambat laju perekonomian. Cengkraman perekonomian ini semakin kuat dengan cara damai, Investasi barat dan konsesi ekonomi menjadikan timur sebagai bangsa terjajah yang berkepanjangan. Dan sentuhan ekonomi kolonialisme dan kapitalisme lambat laun mengacaukan etika kehidupan.

Eksploitasi kekayaan dan investasi modal seakan menghentikan pergerakan dan peduli social budaya. Dan kekuatan-kekuatan negeri timur takluk dan tunduk di atas kertas. Tahap ekonomi agaknya factor yang lebih penting dan lengkap. Tetapi lebih umum penjajahan yang dimulai dengan proses ekonomi yang esensiil, terkenal dengan “ perembesan damai “. Ia memperoleh cengkraman finansiil dalam bentuk pinjaman dan konsesi atas negeri timur, yang selama ini merdeka dari modal barat, yang membawa kepada terwujudnya kendali politik. Kenyataan tersebut berlaku pada semua negeri timur, tidak terkecuali Indonesia. Dominasi ekonomi barat sangatlah kuat, ekonomi syariah yang berabad-abad telah diterapkan mulai terpinggirkan kedaerah pedalaman di desa-desa terpencil. Dan orang timur mulai mencintai produk barat secara damai, tanpa berpikir bahwa mereka akan ditelanjangi dari norma-norma dan aqidah islam.

Factor yang tak dapat di bantah, pada umumnya orang-orang timur sendiri lebih suka membeli barang-barang produksi barat dari pada memakai hasil negaerinya sendiri. Buat orang barat, hal ini terasa suatu keanehan, mereka tidak mengerti, mengapa orang timur lebih suka barang-barang buatan barat yang murah, tetapi bentuk dan mutunya yang khusus dibuat untuk pasaran timur, dibanding dengan barang-barang buatan dalam negeri sendiri yang lebih baik mutunya dan amat bagus buatannya. Jawabannya yang sebenarnya ialah, oleh karena orang timur umumnya tidak mengerti tentang mutu seni barang, dan hanya melihat kepada kemajuan teknologi dan budaya barat yang saat ini telah mendunia.

Dari kenyataan di atas, kita tidak dapat menafikan, bahwa mayoritas negeri timur telah terperangkap dalam penjajahan ekonomi dan budaya, begitu pula dengan negeri ini. Contoh riil adalah di bidang ekonomi, system ekonomi kita yang sangat keras, seakan tidak memberikan peluang bagi usaha kecil untuk berkembang. Prinsip ekonomi ini sangat bertentangan dengan prinsip ekonomi islam yang sangat memperhatikan aspek social dan keadilan. Agama ini melarang praktek transaksi ekonomi yang mengganggu keserasian hubungan antara anggota masyarakat. Di samping itu islam menetapkan bahwa dalam harta milik pribadi terdapat hak orang yang membutuhkan yang harus disalurkan kepada mereka, baik dalam bentuk zakat maupun sedekah dan lain sebagainya.

Kekerasan ekonomi yang ditanamkan oleh barat telah melupakan kita, bahwa selain bertanggung jawab kepada pemilik modal (investor) atau pemegang saham, kita juga akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah nanti di Yaumul Qiyamah. Ini adalah bentuk penjajahan yang hingga saat ini belum merdeka, ketimpangan-ketimpangan ekonomi dan kesenjangan social terjadi di semua lapisan masyarakat, sebagai akibat dari maskulinitas system perekonomian yang telah jauh menyimpang dari kaidah-kaidah islam.

2. Dari Segi Sosial dan Budaya

Jauh sebelum kebudayaan barat masuk ke bumi pertiwi, kebudayaan kita jauh lebih berperadaban. Hidup bermasyarakat dengan norma-norma kesusilaan telah dahulu ada di peradaban negara kita. Saat ini, kebudayaan itu sedikit demi sedikit mulai terkikis.

Kita juga tidak dapat berpaling dari kenyataan penjajahan budaya barat. Bahwa bangsa ini selalu demam dengan trend-trend barat yang asusila. Satu contoh saja kita ambil. Ketika orang-orang barat menyelenggarakan kontes ratu sejagat misalnya, maka dengan antusias Negeri timur mendelegasikan wanita-wanita terhormatnya untuk ditelanjangi, Cuma karena takut dikatakan terbelakang dan tidak modern. Belum lagi desain-desain busana wanita yang sangat tidak menghargai keindahan tubuh wanita, kemolekan tubuh wanita yang seharusnya ditutupi, dieksploitasi ke setiap sudut mata memandang. Ini salah satu bentuk penjajahan budaya bukan? Sungguh ironis memang.

Dan yang lebih ironis lagi, Budaya berpakaian bebas, kadang membuat generasi kita tergiur. Dari pemikiran barat yang mengacu kepada kebebasan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi membuat kita ikut-ikutan. Sebagian dari kita menganggap teori hak asasi manusia ini sebagai suatu keadilan.

Munculnya pemilihan Miss Universe sebagai ajang internasional pada tahun 1952, motif utamanya adalah bisnis. Perusahaan Pasific Mills menyelenggarakan acara itu untuk mempromosikan pakaian Catalina. Pada tahun1996, Donald Trump membeli hak kepemilikan kontes ini yang kemudian ditayangkan CBS dan pada tahun 2003 beralih ke NBC, yang tentunya sangat kental dengan kepentingan bisnis. Demikian pula di Indonesia, kontes ratu-ratuan ini yang dimobilisasi oleh perusahan kosmetik Mustika Ratu dan Marta Tilaar, hanyalah untuk mempromosikan produknya, sehingga wanita Indonesia akan tergila-gila kosmetik. (Buletin Sidogiri. hal 13 edisi 20 Rajab 1428 H).

Dikatakan “kontes tersebut diantaranya bertujuan mendongkrak citra bangsa di hadapan dunia, bagian dari keterbukaan dan kebebasan hak asasi, pemilihan putri tidak hanya mengandalkan kecantikan, tapi kecerdasan dan sopan santun”. “ Perekonomian nasional bisa hancur akibat dari UU APP ini “ ujar Poppy Darsono, penasehat Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) yang diikuti oleh Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI), Asosiasi Pemasok Garment Aksesori Indonesia (APGAI), Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO), Asosiasi Manufaktur Indonesia (AMI),Asosiasi Perstektilan Indonesia (API) dan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI). (AULA, hal: 16, edisi April 2006).

Apapun alasan yang dijadikan justifikasi dalam ajang tersebut hanyalah sebuah usaha menelanjangi norma-norma negeri timur dan usaha melegitiminasi penjajahan terhadap budaya islam. Karena mendongkrak citra bangsa, kebebasan hak asasi, kecerdasan suatu bangsa dan sopan santun ataupun peradaban yang modern tidak bisa dipresentasikan dengan seorang gadis atau wanita yang tidak punya rasa malu untuk telanjang di hadapan dunia. Ini adalah bukti kebodohan yang tidak pernah mengerti tentang tata nilai dan kehormatan sebuah bangsa.

B. TERHADAP KEBUDAYAAN TRADISIONAL

Seiring perkembangan zaman, era masyarakat modern kini cenderung lebih mengakar pada budaya Barat yang dianggap lebih berkualitas. Semangat zaman dengan pengaruh Barat ini, sudah dianggap sebagai ciri kemodernan atau sebagian dari ekspresi kebudayaan terkini.

Berdasarkan atas peristiwa paradigma budaya yang ada di daerah kita, kita harus prihatin dan juga perlu memberi buah pikir kepada masyarakat tentang budaya daerah lokal sangatlah penting. Dengan demikian kita dapat meneladani para nenek moyang kita terdahulu yang telah susah payah membuat suatu budaya yang telah tercipta dan tidak terpikirkan oleh kita betapa sulitnya membuat budaya yag mempunyai nilai estetika yang tinggi.

Melihat fenomena Indonesia bahwa tentang modernisasi, dan pengaruh Negara maju. Banyak efek atas keberlangsungan pembangunan Indonesia. Secara system memang Indonesia sudah lebih maju, namun dari kemajuan itu baik dari pendidikan,social, dan tekhnologi. Para pelakunya tidak pernah memperhatikan efek dari kemajuan itu, utamanya bagi masyarakat yang belum siap mengikutinya dan juga para generasi muda.

Jelas SDA dan SDM akan semakin lemah dan berkurang karena didalam pembagunan itu sendiri konteks Indonesia tidak memperhatikan etika pembangunan. Bahkan adanya tuntutan kemajuan semakin lama semakin tidak bisa mengelola dan mengaturnya. Contoh satu juga kita ambil seperti pemilihan Presiden. Ternyata uang yang banyak dibuang secara sia-sia. Mengapa uang itu tidak untuk pemberdayaan masyarakat. Artinya pemilu demokrasi sah-sah saja akan tetapi jangan terlau banyak mengeluarkan uang Negara hanya untuk acara yang sesaat.

Negara kita yang dikategorikan negara berkembang sebenarnya belum siap dengan kemajuan yang berasal dari pemikiran barat. Barat yang dengan seluruh kebudayaannya mendukung berjalan kemajuan mereka. Tetapi kita yang masih memakai kebudayaan timur, dan sedikit banyaknya telah tersusupi oleh pemikiran barat malah menjadi kacau balau. Masyarakat belum siap menghadapi perubahan sosial.

Masuknya modernisme dan hegemoni Negara adidaya yang masuk ke-Indonesia menjadikan budaya yang tercipta di Indonesia kini sudah seakan-akan mulai luntur, berbagai kesempatan orang asing memasuki Indonesia, mengakibatkan terberangusnya budaya yang ada (tradisonal) seperti gotong royong, norma-norma, etika, estetika alam dan solidaritas terkikis perlahan-lahan sehingga terjadi renggangnya budaya kebersamaan.

Budaya barat yang di bawa oleh orang barat mengakibatkan orang Indonesia terluluh lantahkan untuk mengikuti budaya tersebut. Pola hidup yang sifatnya sesaat, nafsu dunia, mengakibatkan dekadensi, baik moral, seni dan lainya. Budaya tradisional akhirnya kalah menarik, mereka lebih tertarik mengembangkan budaya asing yang serba seksi dan enggan dengan budaya yang kuno ( tradisional). Makanya tidak salah dibalik kemajuan Indonesia sebetulnya mengalami kemunduran terutama dibidang SDA dan SDM-nya. Karena tidak ada perkiraan dalam jangka panjang ( kurangnya etika dalam pengelolaan dan pelestarian itu sendiri).

Padahal yang tradisional jika masyarakat bisa berfikir dengan akal sehatnya bahwa budaya yang tradisional apabila dikembangkan maka mampu menarik budaya disekitarnya untuk mengikutinya. Dengan rasioalisasinya menjaga dan terus melestarikan budaya itu. Namun tidak sepenuhnya dengan mempertahankan budaya yang ada akan mampu menciptakan perubahan. Karena kita tau ada kemungkinan terciptanya sebuah perubahan lewat dua factor penting ini, pertama faktor internal, kedua faktor eksternal.

Indonesia mendambakan pembangunan baik ekonomi, pendidikan, stabilitas social dan politik. Secara umum Pembangunan adalah merupakan suatu upaya bagaiamana memajukan suatu tempat sehingga strata dengan tempat yang sudah dianggap maju. Baik itu ekonomi, pendidikan, politik, dan budaya. Seperti di Negara Eropa, cina dan Negara yang berkembang lainya. Ketika kita mencoba melihat pada daerah terpencil ( desa-desa) yang hanya bisa melihat sebuah perkembangan sains dan tekhnologi. Maka pembangunan dianggap suatu malapetaka. Mengapa malapetaka, karena ia mempunyai asumsi dasar bahwa sulit untuk mengikuti pola hidupnya. Terutama dalam dunia pendidikan, disebabkan karena ekonomi lemah. Pembangunan yang memiliki orientasi materi maka seseorang atau masyarakat untuk mengikuti negara yang sudah maju terutama dibidang ekonomi maka dibutuhkan kreatifitas yang tinggi pada setiap personal. Tangguh, siapa bermain dan bersaing didunia modern ini.

Budaya asing yang masuk keindonesia menyebabkan multi efek. Budaya keindonesiaan perlahan-lahan semakin punah.berbagai iklan yang mengantarkan kita untuk hidup gaul dalam konteks modern dan tidak trsdisional sehingga memunculkan banyaknya kepenctingan para individu yang mengharuskan berada diatas kepentingan orang lain. sehingga yang terjadi sifat individualisme semakin berpeluang untuk menjadi budaya kesehariannya. Ini semua sebenarnya terhantui akan praktik budaya yang sifatnya hanya memuaskan kehidupan semata.

Dalam teori modernisasi dinyatakan bahwa setiap Negara harus melakukan spesialisasi produksi sesuai dengan keuntungan komfaratif yang dimilikinya. Negara-negara dikatulistiwa yang tanahnya subur, misalnya, lebih baik melakukan spesialisasi dibidang produksi pertanian. Sedangkan dibumi sebelah utara, yang iklimnya tidak cocok untuk pertanian, sebaiknya melakukan spesialisasi produksi dibidang Industri.Mereka harus mengembangkan tekhnologi, untuk menciptakan keunggulan komparatif bagi negrinya.

Ada dua permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dunia, termasuk didalamnya Indonesia yaitu masalah sosial politk dan masalah ekonomi. Maka dari dua masalah ini sangat rumit untuk diselesaikan dikarenakan banyaknya kepentingan yang terselubung dalam masalah diatas maka tidak salah ada sebuah ungkapan dalam suatu masyarakat yang menginginkan kesejahteraan. Bahwa masyarakat akan percaya pada pemerintah apabila ia mampu mejaga kestabilan ekonomi yang secara generalnya mampu menjaga proses jalannya ekonomi itu sendiri lebih lebih dalam suaka politik yang didalamnya berbagai kepentingan terselubung bahkan dalam politik ini membutuhkan kejelian dan kejeniusan dalam melihat sebuah fenomena baik itu kaitannya politik, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Semua itu mempunyai misi yang sama ingin menciptakan sebuah perubahan. Walaupun cara yang ia gunakan sangat beragam. Pada akhirnya, sejarahlah yang akan membuktikannya nanti
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar